Dari Webinar Mazhab Timoho #3: “Jalan Baru Ilmu Pemerintahan”

You need to add a widget, row, or prebuilt layout before you’ll see anything here. 🙂
You need to add a widget, row, or prebuilt layout before you’ll see anything here. 🙂

Ilmu Pemerintahan secara ontologis sudah jelas. Perlu terus dikembangkan metodologi yang lebih baru, inovatif dan berkemajuan dalam studi ilmu pemerintahan. Selain itu, ilmu pemerintahan dikembalikan ke identitasnya sebagai ilmu yang “melayani” dan memperkuat kedaulatan rakyat. Demikian catatan penting Webinar Mazhab Timoho #3 “Jalan Baru Ilmu Pemerintahan” (23/3) yang dibacakan oleh Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta Dr. Guno Tri Tjahjoko. Webinar diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Pemerintahan APMD, bekerjasama dengan KAPSIPI dan ADIPSI.

Webinar yang dibuka oleh Prof. Achmad Nurmandi, M.Sc (Ketua KAPSIPI) itu, menghadirkan beberapa pembicara, yaitu Dr. Teguh Yuwono, M.Pol, Admin (Ketua ADIPSI/Dosen Fisip Universitas Diponegoro), Dr. Muhtar Haboddin, .S.IP, M.A (Dosen Fisip Universitas Brawijaya), Ganjar Pranowo, S.H, M.IP (Gubernur Jawa Tengah), Lilik Ratnawati, S.Pd, M.IP (Kepala Desa Plawen Klaten, Jawa Tengah) dan Dr. Sutoro Eko Yunanto (Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta), serta moderator Goris Sahdan, S.IP, M.A (dosen Prodi Ilmu Pemerintahan APMD).

Ganjar Pronowo dalam presentasinya berjudul “Membangun Kedaulatan Rakyat Dalam Permerintahan” menjelaskan perubahan tata kelola di masa demokrasi modern, dari otoriter ke demokrasi. Menurut Ganjar, pada era Governance 4.0, untuk pelayanan publik yang prima mewujudkan birokrasi berkelas dunia, ada tiga transformasi yang harus dilakukan, yaitu transformasi organisasi, transformasi sistem kerja, dan transformasi Sumber daya manusia. Pada transformasi sistem kerja misalnya, perlu dilakukan digitalisasi pelayanan publik dan digitalisasi proses bisnis internal. Tata kelola pemerintahan berbasis digital dengan berbagai aplikasi.

Sebagai praktisi Ilmu Pemerintahan, Ganjar menjelaskan Jateng Digital, ada LaporGub (layanan pengaduan), Lapak Ganjar (pemasaran online untuk UMKM), Sakpole (pembayaran pajak kendaraan), Bina cantik (aplikasi Runah Sakit mempercepat klaim BPJS), PTSP Jateng (perijinan terpadu satu pintu), dan Pembayaran TransJateng dengan GoPay. Untuk suksesnya itu semua, lanjut Ganjar, harus ada komunikasi dan kolaborasi menuju masa depan. Di sini sangat dibutuhkan critical thinking dan creativity, kata Ganjar.

Sebelum presentasi Ganjar Pranowo, Teguh Yuwono menyampaikan, Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu pengetahuan dalam perjalanan dan arah perkembangannya mengalami situasi kontroversial dalam memasuki abad ke 21. Keadaan tersebut menjadi semakin tidak jelas karena terdapat berbagai kebijakan pemerintah pada dunia akademis yang telah memasuki substansi keilmuan. Dalam Ilmu Pemerintahan, lanjut Teguh Yuwono, ada yang memerintah dan ada yang diperintah serta dinamika relasi keduanya. Upaya untuk mempertajan konten ilmu Pemerintahan perlu terus diupayakan.

Muhtar Haboddin menjelaskan tentang riset dan kajian di Ilmu Pemerintahan. Misalnya riset tentang memperbesar kekuasaan. “Contohnya Gus Ipul. Dia dari dari anggota DPR menjadi menteri, lalu menjadi wakil gubernur jawa Timur, kemudian kini menjadi Walikota Pasuruan,” kata Muhtar. Ada juga yang meneliti tentang Jokowi dari Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, sampai menjadi Presiden RI. Menurut Muhtar ada dua catatan dari penelitian tentang kekuasaan itu. Bagi pemerintah bagaimana kekuasaan dipertahankan, diperbesar untuk dirinya. Bagi masyarakat, bagaimana sumber kekuasaan diganti pemimpinnya untuk rakyat. Menurut Muhtar Haboddin, kekuasaan dan kedaulatan memerintah, harus dikontrol, dikritik dan dibatasi. “Pertanggungjawaban kekuasan adalah memperpendek jarak antara penguasa dan rakyat,” tambah Muhtar Haboddin.

Lilik Ratnawati adalah kepala desa yang oleh penguji tesisnya dikatakan sebagai tersesat di jalan yang benar. Dari ibu rumah tangga menjadi kepala desa. Ia banyak menceritakan pengalaman memimpin desa yang sering disebut “miniatur negara”. Lilik Ratnawati menjelaskan bagaimana kewenangan desa dan bagaimana melayani masyarakat. “Karena desa terdepan dalam memberi pelayanan kepada masyarakat (warga desa) maka desa harus diperkuat,” tegas Lilik Ratnawati.

Sutoro Eko menjelaskan ada dua jalan Ilmu Pemerintahan, yaitu jalan lama (kolonial) dan jalan baru (neoliberal). Keduanya mereduksi pemerintahan. Terkait mazhab dalam Ilmu Pemerintahan ada Mazhab Bulaksumur. “Namun pada 2009, UGM tinggal gelanggang colong playu,” kata Suroro Eko yang artinya sudah tak bersetia dengan Ilmu Pemerintahan. Kini di UGM program studinya adalah Politik dan Pemerintahan. Selain Mazhab Biulak Sumur ada Mazhab Jatinangor. Di sana ada UNPAD dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Menurut Sutoro Eko, Mazhab Jatinangor itu melanjutkan jalan kolonial ke jalan neoloberal. Di sana lebih kental manajemen publik.Menurut Sutoro Eko, Ilmu Pemerintahan bukan ilmu normatif, juga bukan politeknik.Karena itu matakuliah pada Ilmu Pemerintahan harus ada disiplin dan perspektif. Ilmu Pemerintahan harus tajam dalam konten. “Ilmu Pemerintahan itu bagaimana transforming dan connecting,” kata Sutoro Eko pada webinar yang diikuti 281 peserta itu. Dasarnya Ilmu Pemerintahan jelas Pancasila dan Konstitusi. Ilmu Pemerintahan, lebih khusus, bagaimana menghubungkan sila keempat Pancasila, kerakyatan, bertransformasi menjadi sila kelima Pancasia, keadilan. Ilmu Pemerintahan tak bisa disederhanakan dalam politik, hukum, atau admistrasi.

Kuliah Tamu Bagus Sumartono: Teknik Menulis Skenario

Bagus Sumartono menyatakan, untuk menjadi penulis skrenario yang baik harus menonton seribu film dulu. Film genre apa saja. Hal itu disampaikan pada Kuliah Tamu Teknik Menulis Skenario di Ruang Multi Media, yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi (18/3). Bacep, panggilan akrab Bagus Sumartono, adalah penulis naskah skenario film Tilik. Film yang fenomenal ini telah ditonton lebih dari 26 juta. Tilik juga menyabet beberapa penghargaan seperti Piala Maya Kategori Film Pendek Terpilih (2018), menjadi Official Selection di Jogja-Netpac Asian Films Festival 2018, serta Official Selection World Cinema Amsterdam 2019.

Bagaimana Bacep menulis naskah Tilik? Awalnya, Bacep sebenarnya berencana untuk membuat film dokumenter tentang kebiasaan masyarakat di wilayah Bantul Timur, terutama di Dlingo, yang sering menjenguk saudara atau kerabat yang sakit menggunakan truk atau pick up. Kebiasaan itu dikenal dengan istilah tilik atau menjenguk. Bacep kemudian bertemu sutradara Wahyu Agung Prasetyo, yang memiliki rencana untuk mengikuti pitching film pendek yang akan didanai oleh Dinas Kebudayaan DIY. “Dari ide dokumenter saya kemudian dimodifikasi menjadi naskah fiksi,” kata Bacep.

Saat Tilik diproduksi, dunia politik Indonesia sedang panas karena kontestasi Pilpres 2019. Hoaks, berita yang tidak jelas validitasnya, serta caci maki antarkubu menghiasi dinding media sosial setiap hari. Dari fenomena itu, Bacep kemudian terinspirasi untuk membuat film yang bisa mengedukasi masyarakat supaya tidak gampang termakan hoaks. Tilik memang bervisi untuk mengedukasi masyarakat untuk cermat terhadap informasi apapun, terutama yang berkaitan dengan internet.

Dalam Tilik, dua tokoh sentral yakni Bu Tejo dan Yu Ning yang berseberangan adalah sama-sama korban sekaligus pelaku penyebar fitnah dan berita bohong. Semua terjebak pada informasi yang ada di internet, dan menganggap informasi itu pasti benar.

Sebagian besar pemeran dalam film Tilik adalah masyarakat Kalurahan Saradan, Kapanewon Dlingo, Kabupaten Bantul. Termasuk pemeran Gotrek, sopir truk. Hanya satu pemeran yang merupakan aktris profesional, yakni Bu Tejo yang diperankan oleh Siti Fauziah.

Seorang mahasiswa bertanya bagaimana membuat dialog yang tajam, kocak dan bikin geregetan penonton? Bacep menjawab salah satu kuncinya adalah melakukan riset, misalnya banyak mendengar atau nguping ibu-ibu yang suka ngrasani (membicarakan) orang lain bahkan suami sendiri. Dengan menyerap dari keseharian warga desa, Bacep bisa menulis naskah yang apa adanya tetapi dalam.

Setelah film Tilik pada 2018, Bacep kemudian membangun gerakan literasi di pedesaan. Dia tidak mau, masyarakat desa selamanya menjadi korban berita bohong dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Di pedesaan itu sangat rentan hoaks. Bacep memulai fasilitasi di Bantul, di antaranya Dusun Saradan, Kalurahan Terong, Kapanewon Dlingo, yang merupakan lokasi pembuatan film Tilik.

Gerakan literasi ini mengarah pada bagaimana cara mengakses informasi melalui internet. Masyarakat juga diberikan pelatihan bagaimana memanfaatkan internet secara bijak dan produktif. Internet bukan ajang bergosip, tapi memanfaatkan internet untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan. Internet untuk mempublikasikan potensi yang dimiliki desa. Supaya potensi tiap desa bisa diketahui lebih banyak orang,

Bacep dan masyarakat setempat juga bekerja sama membuat film pendek tentang kearifan lokal tiap desa. Selain itu juga sering diundang membagi pengalaman kepada komunitas-komunitas film di kampus maupun daerah seperti di Temanggung.

Pada akhir kuliah tamu yang dihadiri sekira 50 mahasiswa dan enam dosen itu, Bacep memberi kabar gembira, Tilik dalam waktu dekat, akan diangkat kembali dalam sebuah serial. Kita tunggu kiprah mas Bacep selanjutnya. Terima kasih telah menginspirasi para mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi. Semoga di lain waktu Tilik lagi ke Kampus Desa Timoho.

PELAKSANAAN KULIAH TATAP MUKA TERBATAS

Para mahasiswa STPMD “APMD” Yogyakarta, terutama angkatan 2021 dan 2022, sangat antusias mengikuti kuliah pertama tatap muka yang dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat (1/3). Para mahasiswa harus sudah dua kali divaksin, tetap memakai masker, dan menjaga jarak. Selain kuliah dilaksanakan dengan tatap muka juga sebagaian mahasiswa bisa mengikuti secara daring. Kelas yang biasanya berkapasitas 40 mahasiswa, diisi dengan maksimal 20 mahasiswa. Tetap semangat, jaga kesehatan.

PENANDATANGANAN MOA : PRODI ILMU PEMERINTAHAN STPMD APMD YOGYAKARTA DENGAN DESA TAWANGREJO, KECAMATAN BAYAT, KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH

Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta khususnya prodi Ilmu Pemerintahan menaruh perhatian besar kepada pengembangan desa melalui berbagai program, yakni pengabdian kepada masyarakat, penelitian baik dosen dan mahasiswa, serta berbagai kegiatan bersama lainnya terkait Tridarma perguruan tinggi yang diharapkan dapat mempererat kerjasama antara prodi dengan desa mitra.

Terkait hal tersebut, telah dilakukan penandatanganan kerjasama Memorandum of Agreement (MOA) antara prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta dengan Desa Tawangrejo, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 18 November 2021. Penandatanganan kerjasama ini diwakili oleh Bapak Dr. Guno Tri Tjahjoko, M.A selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta, sementara dari Desa Tawangrejo diwakili oleh Bapak Susanta selaku Kepala Desa Tawangrejo. Acara penandatanganan MOA juga dihadiri oleh Ketua Yayasan YPP 17 Bapak Ir. Muhammad Barori, M.Si, Wakil Ketua II STPMD “APMD” Yogyakarta Bapak Drs. Suharyanto, M.M., dan beberapa perwakilan dosen dari Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta. Sementara dari desa dihadiri jajaran BPD, BUMDES, dan perwakilan dari warga desa Tawangrejo.

Dalam sambutannya, Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta berharap melalui kerjasama ini Desa Tawangrejo dapat menjadi salah satu desa tujuan untuk pelaksanaan penelitian dan pengembangan, pengabdian kepada masyarakat, lokasi pelaksanaan mata kuliah praktikum, dan lainnya baik dosen maupun mahasiswa dari STPMD “APMD” Yogyakarta. Sementara Kepala Desa Tawangrejo berharap dengan adanya kerjasama ini semoga akan membawa kebaikan dan kemajuan bagi Desa Tawangrejo dalam berbagai bidang.

Penandatanganan kerjasama ini kemudian dilanjutkan dengan acara pengabdian kepada masyarakat dengan tema “Bumdes Berbadan Hukum” dengan narasumber beberapa dosen dari Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta dilanjutkan dengan sesi diskusi.**

Webinar Prodi Ilmu Komunikasi dan Imako: “Urgensi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelaksanaan CSR”

Pemberdayaan masyarakat masih cukup urgen menjadi landasan bagi korporasi melaksanakan CSR. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, ke depan hendaknya tak menambah regulasi terkait CSR agar tidak terjadi tumpang tindih. Itulah antara lain yang mengemuka pada webinar “Urgensi Peberdayaan Masyarakat Dalam Pelaksanaan CSR” yang diselenggarakan Prodi Ilmu Komunikasi dan Imako (24/11). Tampil sebagai pembicara Dr. Yuli Setyowati, M.Si (dosen Prodi Ilmu Komunikasi STPMD APMD) dan Agus Triyono S.I.Kom (Kepala Cabang Human Initiative, alumnus Prodi Ilmu Komunikasi STPMD APMD), serta moderator Tri Agus Susanto, S.Pd., M.Si.

Moderator mengantar diskusi dengan menyebut bahwa dari tema ada dua kata kunci yaitu pemberdayaan dan CSR. Pemberdayaan menurut John Friedmann (1992) merupakan bagian dari proses pembangunan alternatif menuju pertumbuhan ekonomi yang memadai, demokrasi inklusif, kesetaraan gender dan berkelanjutan. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah “Komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas”. Moderator juga mengutip John Elkington (1997) yang mempopulerkan Triple Bottom Line yaitu economic prosperity, enveronmental quality dan social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan 3P yaitu profit (ekonomi), people (sosial) dan planet (lingkungan).

Agus Triyono memaparkan pengalaman sebagai pegiat di Human Initiative Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia berpengalaman mengelola dana-dana CSR untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebelum dilaksanakan CSR pada suatu komunitas atau masyarakat di suatu daerah, harus dilakukan pemetaan sosial. Pemetaan sosial adalah satu kegiatan yang dilakukan untuk menemukenali sosial budaya masyarakat lokal. Metode pemetaan sosial menurut Agus Triyono bisa dengan Parcipatory Rural Apraisal / PRA (pemantauan secara partisipatif), Rapid Apraisal (pemantauan cepat), atau Survey formal. Prinsip-prinsip PRA antara lain: keberpihakan, pemberdayaan, masyarakat sebagai pelaku, saling belajar & menghargai perbedaan, dan santai & informasi. Sementara itu teknik-teknik PRA juga dipaparkan Agus Triyono, antara lain: pemetaan desa, transek (penelusuran desa), diagram Venn (bagan hubungan kelembagaan), kalender musim, analisis mata pencaharian, dan analisis sebab-akibat.

Agus Troyono mengilustrasikan kisah tentang monyet dan banjir bandang. Seekor monyet yang baik hati ingin menolong ikan karena banjir bandang yang penuh lumpur. Ia menolong dengan mengangkat ikan itu ke pohon. Tentu saja ikan yang ditolong bukan selamat malah mati. Si monyet tidak tahu jika ikan hanya bisa hidup di air. Karena itu, tambah Agus Triyono, pemetaan sosial sangat penting, jangan sampai CSR salah sasaran. Agus Triyono mengakui mata kuliah yang dipelajari saat kuliah hingga saat ini berguna dan terus dipakai, antara lain Teknik Fasilitasi dan Metode Penelitian Sosial.

Kepala Cabang Human Initiative DIY itu juga menjelaskan empat karakter klaster berdaya. Inklusif, melibatkan seluruh komunitas tanpa membedakan kelompok dan tingkat tertentu dan merangkul kelompok marginal dan rentan. Solutif, berorientasi pada pengembangan berbasis masyarakat dan daerah yang potensial untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Perubahan, mendorong perubahan positif di masyarakat dan wilayah yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Inspiratif, mendorong setiap kebaikan yang diciptakan menjadi sumber inspirasi bagi orang lain.

Yuli Setyowati mengatakan bahwa kegagalan pembangunan melahirkan pemberdayaan sebagai alternatif. Pemberdayaan masyarakat merupakan paradigma alternatif pembangunan dengan tujuan membawa masyarakat kepada keberdayaan dan kemandirian. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai program dan proses. Sebagai program, pemberdayaan dilakukan dengan jalan meningkatkan kapasitas, pengembangan rasa percaya diri untuk menggunakan kekuatan dan mentransfer kekuatan dari lingkungannya. Sebagai proses, pemberdayaan adalah usaha yang terjadi terus menerus sepanjang hidup manusia.

Selanjutnya alumnus S3 Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, Minat Studi CSR dari Universitas Sebelas Maret (UNS) itu menjelaskan tentang komunikasi pemberdayaan. Ketidaktahuan tidak sama dengan stupidity (kebodohan), berbeda dengan lack of intelligence (kurang cerdas), dan lain dari foolishness (kedunguan). Ketidaktahuan mengacu pada kurangnya informasi (lack of information) atau kurangnya pengetahuan (lack of knowledge). Ketidaktahuan menyebabkan masyarakat tidak sanggup memaksimalkan potensi yang dimiliki, tidak proaktif dan kreatif memanfaatkan sumber-sumber dan peluang yang tersedia.

Komunikasi yang memberdayakan, menurut doktor yang meneliti kampung preman itu, adalah proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu atau kolektif agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Proses komunikasi yang memanusiakan manusia, partisipatif dan menyuarakan pihak-pihak yang selama ini tak mampu bersuara (voicing the voiceless).

Bagaimana dengan pelaksanaan CSR? CSR tidak bisa dilepaskan dari praktik pemberdayaan masyarakat atau sering disebut dengan istilah community development. Community development secara eksplisit dalam CSR diukur berdasarkan kenaikan taraf kualitas atau mutu hidup dari masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi. Community development dilaksanakan oleh perusahaan dengan mengacu pada nilai keadilan dan kesetaraan atas kesempatan, pilihan partisipasi, timbal balik dan kebersamaan.

Pemberdayaan masyarakat dapat menjadikan masyarakat sekitar perusahaan dapat mengaktualisasikan dirinya dan memahami keberadaannya sebagai elemen penting bagi perusahaan. Interaksi masyarakat dengan perusahaan akan harmonis, apabila perusahaan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar perusahaan dan sebaliknya, sehingga tercipta modal sosial di lingkungan perusahaan. Inilah, kata Yuli Setyowati, yang menjadi prasyarat long life corporate yang seyogyanya menjadi dambaan setiap perusahaan.

Webinar kerjasama Prodi Ilmu Komunikasi dan Imako ini diikuti sekitar 210 peserta. Saat diskusi atau tanya jawab, peserta bisa bertanya langsung atau melalui chat. Ada sekitar tujuh orang peserta yang bertanya untuk kedua narasumber. Pertanyaan yang belum sempat terjawab karena waktu terbatas, diakomodasi dan akan dijawab pada webinar Komunikasi Pemberdayaan seri berikutnya. (Humas)

Peluncuran Buku Dialektika Perubahan Kurikulum STPMD “APMD”

Buku Dialektika Perubahan Kurikulum STPMD “APMD” yang diterbitkan APMD Press, kemarin (17/11) diluncurkan. Buku yang ditulis oleh Dr. Sutoro Eko dkk dan dieditori Dra. MC Candra Rusmala Dibyorini M.Si., itu didiskusikan dengan menghadirkan dua narasumber RR. Leslie Retno Angeningsih Ph.D. dan Ir. Mohammad Barori M.Si., serta dua alumni sebagai penanggap, Laode Rahmat A, S.IP dan Nugie L Kristian S.I.Kom.

Moderator bedah buku adalah Dr. EW Tri Nugroho, Ketua Unit Jaminan Mutu.Pada pengantar diskusi, moderator Tri Nugroho mengatakan, STPMD “APMD” tidak memandang perubahan kurikulum Tahun 2021 semata-mata sebagai “aktivitas rutin” yang biasa, namun sebagai aktivitas yang esensial dan penting . Oleh karenanya, perubahan kurikulum tahun 2021 dilakukan secara serius. Selama kegiatan yang panjang, proses dialektika kritis terjadi dalam melakukan perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum tidak jarang terjebak dalam kebiasaan copy paste. Sekolah Tinggi secara sadar ingin mengatasi kebiasaan itu dengan mengembangkan kebiasaan baru, yaitu kebiasaan dialektika kritis.

Leslie Retno Angeningsih menjelaskan, kurikulum tidak bersifat statis melainkan dinamis, karena kurikulum selalu mengalami peninjauan ulang, revisi, pengembangan, dan pembaharuan dalam kurun waktu tertentu. Peninjauan dan pengembangan kurikulum bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran, keterlibatan, pengalaman, dan capaian hasil. Peninjauan kurikulum bermanfaat untuk: Pertama, meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa dengan mengartikulasikan kekuatan program. Kedua, mengidentifikasi tindakan khusus guna mengatasi kesenjangan dalam program akademik. Ketiga, meningkatkan diskusi dan kolaborasi antara instruktur dan pihak-pihak lain yang berperan dalam program, praktik pengajaran dan pembelajaran. Keempat, memberikan kesempatan untuk refleksi kritis terhadap kurikulum program. Kelima, memberikan bukti untuk memandu pengambilan keputusan dalam program. Keenam, memahami hubungan antar beberapa matakuliah dalam suatu program. Pada umumnya, peninjauan kurikulum dilakukan dengan pendekatan sistematis, yaitu melalui penelitian dan seleksi, revisi dan pengembangan, penerapan, dan evaluasi serta pemantauan.

Muhammad Barori mengatakan, kurikulum merupakan jantung perguruan tinggi sekaligus menunjukkan posisi berdiri dan ideologi keilmuan perguruan tinggi. Kurikulum disusun dengan memperhatikan kaidah-kaidah keilmuan maupun kondisi empirik masyarakat, sehingga kurikulum harus inklusif dan senantiasa didialogkan dengan perkembangan keilmuan dan kondisi masyarakat. Ilmu yang baik adalah ilmu yang memberikan manfaat, ilmu amaliah dan amal ilmiah. Dialog dan debat keilmuan yang berlangsung selama proses peninjauan kurikulum 2021 baik pada tingkat program studi, sekolah tinggi, maupun di senat akademik yang saya ikuti, menunjukkan kesadaran yang semakin dewasa dan komitmen keilmuan para dosen STPMD “APMD”. “Dengan semangat berpikir keras berhati lembut, kurikulum 2021 telah tersusun dan disepakati,” tambah Ketua Umum Yayasan Pengembangan Pendidikan “Tujuh Belas” itu.

Laode Rahmat A, berharap ke depan lulusan APMD tidak hanya menjadi PNS, pejabat daerah, kepala desa dan lain-lain, tetapi juga menjadi pengelola, manajer atau direktur BUMDES yang mumpuni. Sebagai satu-satunya perguruan tinggi yang mengusung desa, APMD harus mampu mencetak lebih banyak manajer BUMDES.

Nugie L Kristian menganggap kurikulum sangat penting. Apa yang pernah ia peroleh di kampus dulu diakui saat ini diterapkan di dunia kerja. Saat ini Nugie bekerja di Econusa Foundation. Ke depan Nugie berharap APMD mempunyai desa binaan yang tidak sekali pukul melainkan berjangka panjang. Selain itu, pada desa binaan itu melibatkan semua prodi yang ada di APMD. (Humas STPMD “APMD”)

Pidato Kelembagaan Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta

NGELMU, JENENG, JENANG

Platform Perubahan dan Kepentingan Institusi

Puncak rangkaian kegiatan Dies Natalis STPMD “APMD” Yogyakarta ke-56 adalah pidato kelembagaan oleh Ketua APMD Dr Sutoro Eko Yunanto, berlangsung di Ruang M. Soetopo (17/11). Pidato bertema NGELMU, JENENG, JENANG, Platform Perubahan dan Kepentingan Institusi, itu dihadiri dosen dan karyawan, mahasiswa dan alumni dengan menerapkan protokol kesehatan.

Sutoro Eko menjelaskan, dalam Bahasa Indonesia ngelmu adalah ilmu; jeneng adalah reputasi, serta jenang adalah kepercayaandan animo. Ketiganya dibungkus sebagai platform perubahan dan kepentingan Sekolah Tingg yang terus akan diperjuangkan secara berkesinambungan.

Lebih lanjut, Ketua APMD menyampailan, ilmu adalah harta sesungguhnya bagi manusia. Ia lebih tinggi, dalam, dan luas ketimbang akademik. Akademik adalah ilmu yang mengalami reduksi dan instrumentasi menjadi hafalan daftar teori, kumpulan definisi konsep, daftar mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa, penyusunan skripsi dan tesis, laporan penelitian dosen, ijazah beserta indeks prestasi komulatif mahasiswa, maupun gengsi akreditasi. Ilmu menyediakan medan dialektika secaea kritis untuk faksifikasi dan akumulasi.

Sutoro Eko mengatakan, setiap pengetahuan-teori, yang mengkonstruksi realitas dan kemudian menjualnya, mengandung politik, kekuasaan, dan kepentingan. Ketika orang sibuk bicara tentang pembangunan, governance, perubahan iklim, SDGs Desa, smart village, desa inklusif, dan lain-lain, kita bisa bertanya dengan politik pengetahuan: siapa sebenarnya yang bpaling berkepentingan dengan barang-barang itu; dan untuk siapa merk-merk dagang itu?

Karena itu, Ketua APMD selalu mengingatkan kepada banyak orang, termasuk kepada warga komunitas Sekolah Tinggi, untuk tidak mudah silau dan tergiur dengan teori-teori resep atau berbagai merk dagang yang diusung oleh kaum neomodernis. Kita harus memandang secara kritis terhadap politik pengetahuan mereka, sebagaimana Sutoro Eko selalu kritis terhadap teori pembangunan dan teori governance.

Pada saat Ketua APMD memandang ktitis terhadap pembangunan, bukan berarti dirinya anti Pembangunan Sosial, sebuah program studi yang dimiliki oleh Sekolah Tinggi. Tetapi sungguh tidak menarik ketika Sutoro Eko gencar mengritik SDGs Desa, sementara komunitas Pembangunan Sosial justru menari di panggung SDGs Desa.

Terhadap Ilmu Pemerintahan, Ketua APMD menyatakan Ilmu Pemerintahan terjebak menjadi Ilmu Perkantoran. Berkat pembangunan, pemerintahan berwajah pembangunan (developmental government) lebih menonjolk ketimbang pemerintahan rakyat (people government). Ketika governance menghiasi Ilmu Pemerintahan, juga disibukkan bicara tentang governance for development. Karena itu Sutoro Eko bersama Prodi Pemerintahan merayakan Mazhab Timoho, yang tidak percaya pada keyakinan from government to governance dan governing without government, mainkan menghadirkan keyakinan bringing government back in, government making, dan citizen making yang relevan dengan kehendak konstitusi.

Terkait Prodi Ilmu Komunikasi Sutoro Eko menggarisbawahi, Prodi IK tidak keliru mengambil posisi-platform “komunikasi pemberdayaan”, untuk membuat sesuatu yang berbeda secara khas (not different but distinction), ketika bersanding-bersaing dengan sejumlah 400-an Prodi IK di perguruan tinggi lain. Tetapi Prodi IK Sekolah Tinggi tidak boleh latah mengusung pemberdayaan yang sudah salah kaprah sebagai sekadar project making di ranah pemerintahan dan pembangunan di Indonesia.

Ilmu adalah jiwa-raga Sekolah Tinggi. Sekolah Tinggi hadir karena mengemban mandat keilmuan Tridarma sarat dengan ilmu. Karena nitu,  mahasiswa datang dari seluruh penjuru negeri ke Kampus Timoho bermaksus “menuntut ilmu”, bertujuan “menjadi orang”. Dosen dan mahasiswa berinteraksi dalam kuliah melakoni proses belajar-mengajar, mencurahkan tenaga dan waktu untuk mempelajari dan menghafal beragam teori sebagai inti ilmu, Namun harus diakui bahwa Sekolah Tinggi, seperti perguruan tinggi pada umumnya, lebih banyak terjebak pada proseduralisme akademik ketimbang realisme dan idealisme ilmu.

Karena itu Sutoro Eko selalu hadir bicara ilmu, memupuk tradisi kelilmuan, membuka ruang-ruang dialektika, seraya mengutamakan realisme-idealisme ilmu untuk menembus hegemoni proseduralisme akademik. Selain melakoni berbagai diskusi keilmuan, momentum penting di tahun 2021 adalah peninjauan kembali kurikulum 2021.

Semangat dan kerja nyata “ilmu amaliah, amal ilmiah” telah dan akan memberi sumbangan untuk pembentukan reputasi (jeneng) Sekolah Tinggi. Reputasi adalah esensi martabat. Reputasi akan membentuk kepercayaan dan animo. Dengan demikian reputasi kita bisa mengikis cutra diri “mudah dan murahan”.

Saat menutup pidato kelembagaam, Sutoro Eko menyerukan semangat KITA BISA! Kita Bisa berubah! Pengayoman sangat penting, tetapi perubahan jauh lebih penting! Pertama, pergaulan hidup bersama dan infrastuktur kelembagaan bisa terus kita perbaiki, sebagai landasan yang kokoh untuk pencapaian tijuan-kepentingan Sekolah Tinggi. Kedua, dengan “berotak keras” dan “berhati lembut” kita bisa menembus batas rutinitas yang rutin, sekaligus secara berdikari berjuang dalam memperluas-memperdalam “ilmu amaliah dan amal ilmiah”; meneguhkan martabat dan mengukir reputasi yang luhur, serta memperoleh kepercayaan dan animo yang berlipat ganda. (Humas STPMD “APMD”)

RANGKAIAN KEGIATAN DIES NATALIS ke-56 Tahun STPMD “APMD”

Dalam rangka merayakan Dies Natalis 56 Tahun STPMD “APMD” dengan tema “MENEGUHKAN MARTABAT MERAIH KEMAJUAN”, beragam kegiatan telah dilaksanakan. kegiatan-kegiatan Dalam rangka merayakan Dies Natalis 56 Tahun STPMD “APMD” beragam kegiatan telah dilaksanakan. kegiatan-kegiatan tersebut ialah (1) Ziarah makam (5/11), kegiatan ini setiap tahun selalu ada dan dilaksanakan sebagai bentuk terimakasih kepada para pendiri STPMD “APMD” Yogyakarta. (2) Lomba mancing (6/11), kegiatan ini untuk mempererat tali silaturahmi antar pegawai di STPMD “APMD”. (3) Misa arwah (12/11) memperingati 11 tahun meninggalnya Bpk. M. Soetopo (Pendiri STPMD “APMD”) kegiatan ini diharapkan memberikan keberkahan kepada STPMD “APMD” untuk kedepannya. (4) Bakti Sosial (12/11), sebagai bentuk terimakasih kepada warga sekitar Kampus STPMD “APMD” yang selama ini bersedia menerima mahasiswa-mahasiswa STPMD “APMD”, baik itu kelebihan dan kekurangannya serta bersedia menyediakan tempat tinggal untuk mahasiswa (Kos-kosan). (5) Senam dan Fun Games (13/11), selain untuk kebugaran jasmani kegiatan ini juga untuk mempererat tali silaturahmi antara dosen, karyawan, mahasiswa dan alumni.

Acara puncak akan dilaksanakan pada tanggal 17 November 2021. sebelum acara puncak masih akan ada kegiatan malam tirakatan yang akan dilaksanakan pada malam tanggal 16 November 2021.

semua kegiatan yang telah terlaksana sudah mengikuti protokol kesehatan sesuai dengan aturan yang berlaku guna mengurangi penyebaran Covid-19. APMD JAYA

Webimnar Desa, Adat dan Quo Vadis UU Desa?

You need to add a widget, row, or prebuilt layout before you’ll see anything here. 🙂

Masihkah desa mempunyai kewenangan? Itulah pertanyaan yang coba dijawab pada webinar Desa, Adat dan Quo Vadis UU Desa. Diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta (10/11). Kegiatan ini adalah bagian dari rangkaian acara Dies Natalis ke 56 Kampus Desa APMD.

Mansetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dalam paparannya berjudul Reclaiming Kewenangan Desa dalam Memperkuat Desa Adat menjelaskan, UU Desa kalah berhadapan dengan UU lain seperti UU Kehutanan, UU Minerba, UU Perkebunan, UU Wilayah Pesisir & Pulau Kecil, dan UU Cipta Kerja. Darto tidak menyebut UU Keistimewaan DIY yang juga mengalahkan UU Desa.

Menurut catatan Darto, fakta dan masalah agraria di desa kian mengkhawatirkan. Antara lain konflik di perkebunan, infrastruktur, hutan, tambang, dan lainnya. Akibatnya kehidupan di desa mengalami krisis, antara lain krisis ekologi, krisis air, krisis pangan, krisis energi, dan krisis tradisi berdesa. Darto yang alumnus APMD ini juga menggarisbawahi bahwa kepemilikan lahan kelapa sawit lebih banyak korporasi dibandingkan dengan petani.Ketua APMD

Sutoro Eko menyinggung UU Desa yang manjadi fondasi rekognisi dan subsidiaritas negara terhadap desa kian dikebiri melalui pendekatan teknokrasi yang mengabaikan kewenangan dan tradisi desa. Meski begitu, UU Desa mempunyai tiga hal penting. Pertama musyawarah desa, antara lain sebagai ruang untuk memproteksi desa. Dua, akses desa. Dan, ketiga pembangunan kawasan perdesaan.

Menanggapi data dari Darto tentang kepemilikan lahan petani kelapa sawit yang kalah jauh dibandingkan dengan korporasi, Sutoro Eko memberi contoh petani tembakau. Kepemilikan lahan petani tembakau di Kabupaten Temanggung mayoritas dimiliki oleh petani tembakau bukan korporasi. Itu sebabnya petani tembakau memiliki posisi tawar.Terkait upaya berbagai pihak untuk merebut kembali kewenangan desa, Sutoro Eko mengatakan, “Kemampuan itu penting, tapi keberanian lebih penting.” Warga juga perlu diorganisir untuk berani, tambah Ketua APMD yang saat webinar sedang berada di Papua.

Bekti Suryani, jurnalis Harian Jogja, mengajak kepada kita semua untuk jangan berhenti kritis dan jangan berhenti konsolidasi. Pasalnya, tambah alumnus Prodi Ilmu Pemerintahan ini, telah banyak contoh pembangunan yang berdampak pada warga desa. Korban pembangunan bandara Kulonprogo misalnya. Mereka asalnya petani selama ini hanya bertani, dan dijanjikan adanya pelatihan untuk berusaha di luar bertani. Namun kenyataannya tak sesuai janjinya.Webinar yang diikuti oleh sekitar 170 peserta ini, juga menghadirkan Maria Goroti, anggota DPD RI Dapil Kalimantan Barat dan Joash Tapiheru, dosen Fisipol UGM, dengan moderator Goris Sahdan. (Humas/Tass)

Workshop Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Gresik

Ketua STPMD APMD Yogyakarta Dr. Sutoro Eko pada Workshop Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Gresik Jawa Timur menyampaikan kepada peserta, sebagai pemegang kedaulatan dari rakyat untuk melihat kepentingan rakyat sebagai perioritas dalam menjalankan fungsinya. Ada dua hal yang mewarnai fungsi DPRD, lanjut Sutoro Eko, yaitu kebaikan yang bersumber dari masyarakat dan kebenaran yang bersumber dari aturan. Dua hal ini harus mampu dielaborasikan untuk kepentingan masyarakat Gresik. DPRD harus memiliki keberpihakan pada rakyat dengan segala dinamikanya. (28/10)

https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
Open chat
Selamat datang dikampus STPMD "APMD".

Kami dari Penerimaan Mahasiswa Baru siap melayani.

Apakah ada yang bisa kami bantu?