Penandatanganan Naskah Kerjasama Ilmu Sosiatri dengan Desa Hargowilis dan Joglo Tani

Penandatanganan naskah kerjasama antara Prodi Ilmu Sosiatri STPMD “APMD” Yogyakarta dengan Desa Hargowilis, Kokap, Kulonprogo dan Desa Joglo Tani, Sayegan, Sleman, Jumat (28/6).

Diskusi “Desa dalam RPJMN” di STPMD “APMD” Yogyakarta

Dari diskusi “Desa dalam RPJMN” di APMD

Implementasi Undang Undang Desa kini mengalami ‘decline’ atau kemunduran. Karena itu, kita harus mengambil point besar, memastikan agar periode kedua Pak Jokowi, pihak yang mengurus desa nanti jangan sampai seperti menerima cek kosong.

Itulah dua hal yang mengemuka dalam diskusi “Desa dalam RPJMN” di STPMD “APMD” Yogyakarta, Jumat (21/6). Diskusi ini menghadirkan Akhmad Muqowam dan dipandu Ketua “APMD” Sutoro Eko. Dihadiri puluhan dosen dan beberapa pegiat desa dari FPPD.

Muqowam, mantan Ketua Pansus RUU Desa, menjelaskan tak masalah kita melupakan apa yang telah terjadi empat tahun ke belakang (periode pertama Presiden Jokowi). Yang penting periode kedua pembangunan desa sesuai dengan UU Desa. Karena itu dirinya mendorong kampus STPMD untuk tampil. “Kemunduran implementasi UU Desa itu urusan kita bersama,” tambahnya.

Suatu saat Muqowam pernah melakukan semacam survei kecil di pantura wilayah Jawa Tengah dari Batang, Pemalang, Semarang sampai Kudus. Ia bertanya kepada kepala-kepala desa adakah embung yang dibangun dari dana desa. Hasilnya ternyata ditemukan banyak embung dibangun oleh Kementerian Pertanian atau Kementerian PUPR. “Ada sih embung yang dibangun dari dana desa tapi ukurannya 10 x 8 meter. Kalau menurut saya, itu bukan embung tapi blumbang (empang),” ujar Muqowam sembari tertawa.

Muqowam juga menyinggung siapa pun yang akan membantu Presiden Jokowi mengurus desa nanti mestinya paham tentang UU Desa. “Saya pernah ketemu Budiman Sujatmiko dari PDI Perjuangan. Saya katakan saya mendukung kamu jadi menteri desa. Bukan karena kamu kader PDI Perjuangan tapi karena kamu sangat paham tentang desa,” kata Muqowam. Dukungan yang sama diberikan Muqowam kepada teman-teman dari APMD, IRE dan lain-lain yang sangat paham desa.

Diskusi yang agak mendadak ini diakhiri dengan kesepakatan akan membuat sebuah forum di STPMD “APMD” Yogyakarta sebelum Oktober 2019. Forum ini akan menghimpun semua pegiat desa dari mana saja dan hasilnya akan disumbangkan kepada pemerintah atau periode kedua Presiden Joko Widodo. (humas/Tass)

Dosen “APMD” Menjadi Narasumber Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir

Pelatihan Jurnalistik untuk mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) di Sekolah Indonesia Cairo (SIC), Selasa (7/5/19), diikuti sekitar 30 pengelola media cetak, radio dan online. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara KBRI Kairo dan Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir. Saat membuka pelatihan ini Dubes Helmy Fauzy mengatakan, “Saya berharap media yang dikelola Masisir makin profesional, antara lain tak membuat atau menyebarkan hoaks.” Dua narasumber yang memberi materi pelatihan, Tri Agus Susanto (dosen Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” Yogyakarta) dan M. Aji Surya (penulis dan Wakil Duta Besar RI di Mesir). Pelatihan dimulai jam 16.00 sampai 18.30, ditutup dengan berbuka puasa bersama.

Agustinus Bima Nugraha dan Inacia de Rosario vaz Ikeng Menerima Scholarship

Selamat untuk Agustinus Bima Nugraha dan Inacia de Rosario vaz Ikeng, menerima scholarship dari kerjasama International Centre for English Excellence (ICEE) dan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta. Diserahkan pada Kamis (20/6) oleh Ketua “APMD” Sutoro Eko

.

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Teliti Humor Politik di Jerman

Sejak era reformasi pers di Indonesia kian bebas. Salah satu yang mengemuka di media kita, baik media utama maupun media sosial, adalah maraknya humor politik. Humor politik yang sarat kritik biasanya dalam bentuk seperti lelucon, kartun atau pun meme kini muncul setiap hari di media-media kita.

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” Yogyakarta, Tri Agus Susanto S.Pd., M.Si, mendapat hibah penelitian dari Literarisches Colloquium Berlin (LBC) Jerman. Proposal Tri Agus Susanto terpilih bersama 17 proposal lainnya dari sekitar 218 proposal yang mengajukan dari beberapa negara. Tri Agus Susanto mengajukan proposal “Comparing political humor in Germany and Indonesia”.

Dosen Komunikasi Politik dan Jurnalistik itu akan meneliti di Jerman sekitar sebulan pada September 2018 mendatang. Ia akan meneliti di Berlin dan beberapa kota bekas Jerman Timur. Humor politik yang ingin dibandingkan adalah Jerman pada era sebelum bersatu dan Indonesia saat masih Orde Baru. Hasil dari penelitian itu akan diterbitkan dalam sebuah buku non fiksi. Tri Agus Susanto selama ini memang menekuni humor. Beberapa buku yang telah diterbitkan antara lain Mati Ketawa Cara Timor Leste (Solidamor, 2001), GAM, Gerr Aceh Merdeka (Garba Budaya, 2003), Senyum Dikulum Tsunami (Aceh Development Fund, 2006), Ensiklopedi Politik Indonesia (Leutika, 2010), dan Merapi Tak Pernah Ingkari Monarki (Geram, 2011)

STPMD “APMD” Membangun Kerjasama dengan Kabupaten Sorong

Pada tanggal 24 Juli 2018, pimpinan STPMD “APMD” yang diketuai oleh Habib Muhsin S.Sos., M.Si diterima oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sorong, Ir.Moh. Said Noer, M.Si di ruang kerjanya.  Kunjungan ini dalam rangka penjajagan kerjasama dengan Kabupaten Sorong dalam pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi.

Sekda Kabupaten Sorong Bapak Moh. Said Noer menyambut baik kunjungan tersebut dan mengapresiasi tindak lanjut untuk melakukan kerjasama dalam rangka Tridarma PT. Menurutnya, Kabupaten Sorong senantiasa terbuka untuk melakukan kerjasama terutama dalam peningkatan sumber daya manusia, karena SDM merupakan masalah penting dalam rangka memajukan Kabupaten Sorong.  Sekda Kabupaten Sorong juga menyampaikan beberapa perguruan tinggi dari Yogyakarta juga sudah melakukan kerjasama dengan Kabupaten Sorong seperti yang dilakukan UMY dalam kegiatan KKN.

Ketua STPMD “APMD” menyampaikan bahwa STPMD “APMD” merupakan perguruan tinggi yang memiliki visi untuk mendorong kemandirian desa dan merupakan satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang berorientasi pada desa.  STPMD “APMD” telah melakukan kerjasama dengan beberapa kabupaten di Papua Barat dalam rangka penerimaan mahasiswa baru baik sarjana maupun magister yakni dengan Kabupaten Tambrauw dan Rajaampat. Selain memberikan pelatihan-pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas perangkat kampung pada beberapa distrik di kabupaten tersebut.  Sekda Kabupaten Sorong menyambut baik kemungkinan kerjasama lebih lanjut dalam rangka penerimaan mahasiswa baru atau menyelenggarakan pelatihan dalam rangka peningkatan SDM.

MENGENAL PUSAT STUDI ANAK, KELUARGA DAN GENDER (PSAKG) STPMD “APMD” YOGYAKARTA

Sejak berdirinya Pusat Studi Anak dan Keluarga (PSAK) STPMD “APMD” pada tanggal 22 Desember 2006 banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh PSAK terkait dengan masalah anak, dan keluarga baik di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Pada tahun 2011 PSAK berganti kepemimpinan di bawah Ibu Dra. Nuraini Dwi Astuti, MP hingga tahun 2013. Pada tahun 2014, PSAK kembali dipimpin oleh Ibu Rr. Leslie Retno Angeningsih, M.Sc., Ph.D sebagai pengagas dan pendiri PSAK.

Dalam perjalanan PSAK selama 12 tahun sejak berdirinya, jaringan kerja yang dirintis oleh PSAK semakin berkembang. Pada setiap kali memperoleh undangan dari BAPPEDA, atau BPPM, dan pusat-pusat studi yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi yang terdapat di Yogyakarta, PSAK lebih dikenal sebagai Pusat Studi Wanita atau Pusat Studi Gender dibandingkan dengan Pusat Studi Anak dan Keluarga. Sehingga sangat sulit untuk mendeklarasikan diri sebagai Pusat Studi Anak dan Keluarga ketika mengisi daftar hadir, mengingat seluruh undangan adalah dari kelompok kajian wanita dan gender.

Selain itu, ketika isu-isu gender saat ini semakin populer di samping isu anak dan keluarga, dan perkembangan kebijakan pemerintah Indonesia saat ini adalah pada penekanan anak, keluarga dan gender, bahkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, jelas dinyatakan secara tegas kepedulian pemerintah terkat masalah gender.

STPMD “APMD” adalah lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai perhatian pada masyarakat desa, sedang masyarakat desa merupakan kumpulan dari keluarga dan juga anak maka studi tentang anak dan keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lembaga ini bila STPMD “APMD” benar-benar ingin membenahi kehidupan masyarakat desa khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Melalui upaya pemberdayaan anak dan keluarga dan gender tentunya tidak hanya sekedar mengajak anak maupun keluarga bahkan perempuan hendaknya berpikir kritis, analisis untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman bersama, tetapi juga mencapai kesadaran bersama kearah perilaku baru. Pemberdayaan anak dan keluarga atas dasar kesetaraan gender tidak hanya sekedar memperbaiki kualitas hidup jangka pendek mereka baik di bidang sosial (pendidikan, kesehatan, keamanan, perlindungan) maupun ekonomi (kesejahteraan), tetapi juga secara strategis mengarah pada proses untuk memungkinkan terjadinya transformasi tatanan yang lebih berkeadilan, berketahanan dan berkelanjutan.

PSAKG Mengembangkan visi yaitu

Mewujudkan anak dan keluarga Indonesia berkualitas, mandiri, kreatif-inovatif, jujur, takwa, menghargai dan menghormati hak-hak sesama (asasi), menjunjung harkat dan martabat bangsa dan responsif gender sehingga mampu berkompetisi di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional dalam kehidupan keluarga yang adil, tentram, sejahtera dan berketahanan.

Untuk mencapai visi tersebut, PSAKG merumuskan misi sebagai berikut:

  1. Mendorong tersedianya data pilah secara akurat tentang kondisi, situasi, problema yang berkaitan dengan anak dan keluarga.
  2. Melakukan aktifitas-aktifitas penelitian, pelatihan, dan proyek percontohan untuk

pengembangan kualitas, kreatifitas, lingkungan kondusif anak maupun keluarga untuk memacu perkembangan jasmani dan rohani secara maksimal dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

  1. Mendorong terjalinnya tukar-menukar pengetahuan, informasi, SDM, secara multi disiplin tidak saja dalam lingkup lokal, regional, nasional, tetapi juga internasional, untuk pengembangan wawasan, ketrampilan, dan sarana pembanding untuk pembangunan kapasitas unggul.
  2. Mendorong peningkatan kualitas dan kapasitas anak dan keluarga dalam mewujudkan masyarakat yang  setara, adil, maju, sejahtera, dan berketahanan.

Sarasehan Refleksi 4 Tahun UU Desa di STPMD Yogyakarta: #SaveUUDesa

Yogyakarta,18 Desember 2017.

Mestinya UU Desa bisa menjadi jembatan emas agar desa mandiri, demokratis dan sejahtera. Namun rupanya supra desa rak rela. Mereka tetap ingin cawe-cawe ambil untung. UU Desa yang revolusioner kini melenceng tak seperti roh awalnya. Itulah salah satu yang mengemuka pada Sarasehan Refleksi 4 Tahun UU Desa No 6 / 2014, di STPMD “APMD” Yogyakarta, Senin, (18/12).

Sarasehan dihadiri sekitar 125 orang yang terdiri dari kepala desa, pendamping desa, pegiat desa, LSM, pejabat Pemda bidang pemberdayaan desa /masyarakat, peneliti, mahasiswa, dan dosen. Sarasehan ini diselenggarakan oleh Pusat Studi Desa dan Adat (PSDA) STPMD “APMD” Yogyakarta dan Forum Pengembangan dan Pembaharuan Desa (FPPD).

Tampil sebagai pemantik diskusi Dr. Sutoro Eko, dosen kampus itu dan juga mantan tim ahli DPR untuk RUU Desa. Menurut Sutoro Eko, sarasehan ini, bertempat di pinggiran, dengan cara swadaya dan gotong royong, kaum pinggiran menggunakan perspektif pinggiran berdiskusi soal 4 tahun UU Desa. Perspektif pinggiran hendak menemukan dan meneguhkan kesejatian desa untuk kepentingan desa dan rakyat, sembari menantang perspektif konsentris (utama, pusat dan tengah) yang hanya sibuk dengan industri dana desa.

“Paling tidak jaring belajar dan gerakan ini berguna untuk saling menyemangati sekaligus mendorong para pemimpin desa dan pegiat desa dalam melewati jalan sempit berliku dan berkelok,” ujar Sutoro.

Dengan sarasehan ini, lanjut Sutoro, curhat original begitu tumpah ruah dalam forum diskusi ini. Ada curhat tentang belenggu regulasi, regulasi untuk mengkriminalisasi, pembodohan desa, laporan desa yang berlapis, pengaturan BUMDesa yang tidak tuntas, tindakan APH yang berlebihan, padat karya yang memiskinkan, desa jadi obyek, proyek yang top down dan ditarget, ruang desa yang sempit, kades tidak sempat mikir penguatan potensi lokal karena sibuk laporan, dan sebagainya.

Menurut Agus Tri Raharjo, mantan kepala desa yang sekaligus sebagai penggerak dan pejuang UU Desa 4 tahun lalu, “Sosialisasi UU Desa ke masyarakat masih sangat kurang. Di setiap desa perlu ditumbuhkan Forum Masyarakat Peduli Desa untuk mengontrol kepala desa dan BPD.”

#SaveUUDesa

Empat tahun lalu, tepatnya 18 Desember 2013, menjadi tonggak pembaruan Desa dengan disetujuinya RUU Desa menjadi UU Desa oleh paripurna DPR. Regulasi tersebut menegaskan pengakuan negara atas hak-hak konstitusional Desa sebagai satuan sosial dan pemerintahan yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional. Desa tidak lagi diperlakukan sebagai bagian dari pemerintah supra Desa. Implikasinya, negara mengakui otonomi Desa untuk mengurus urusannya, termasuk kewenangan yang didapatkan dari asal-usul Desa seperti hak ulayat serta mengelola (bukan menerima) berbagai urusan yang dirumuskan berdasar kepentingan setempat.

Format baru pengakuan eksistensi Desa ini sekaligus diikuti oleh pengembangan berbagai sumber dana penerimaan untuk membiayai kewenangan Desa. Selain kewenangan untuk menggali Pendapatan Asli (termasuk pengusahaan atas aset dan kekayaan milik Desa), Desa mendapatkan sumber penerimaan lain dari APBN berupa Dana Desa. Desa juga juga dipastikan menerima APBD Kabupaten/Kota berupa Alokasi Dana Desa (ADD) dan bagian hasil pajak dan retribusi daerah. Selain itu, juga berpeluang mendapatkan sumber penerimaan lain dari bantuan keuangan dari Provinsi dan Kabupaten/Kota, hibah dan sumbangan pihak ketiga, dan sumber lainnya yang sah.

Secara revolusioner, UU Desa tersebut membuka jalan bagi perubahan fundamental bagi desa denganmenghadirkan kesempatan serta tantangan pada saat bersamaan. Di satu sisi, UU Desa menyediakan ruang bagi Desa untuk menghidupkan kembali demokrasi Desa dengan spirit kemandirian lokal untuk mencapai kemakmuran. UU menyediakan mekanisme Musyawarah Desa (Musdes) dalam memutus urusan strategis Desayang berangkat dari perspektif kepentingan lokal. Disisi lain regulasi itu juga mendudukkan Desa pada tantangan berupa kesiapan pelaku kebijakan baik Desa dan supra Desa dalam menerjemahkan spirit UU Desa menjadi regulasi operasional.

Setelah berjalan empat tahun, spirit UU Desa tersebut belum ditangkap dengan baik oleh pelaku kebijakan oleh Desa dan terutama oleh pelaku kebijakan supra Desa. Berbagai produk regulasi turunan UU Desa dan praktik kebijakan justru menunjukkan intensi hendak membajak UU Desa. Gejala tersebut tampak dari produk hukum (baik PP, Peraturan Menteri, hingga Perda) yang diterbitkan justru memerangkap Desa dalam perkara-perkara teknis-administratif. Alhasil, Para Pamong Desa Desa lebih bergairah mengurus administrasi Dana Desa ketimbang mendinamisasi musyawarah desa sebagai forum redemokratisasi Desa. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa implementasi UU Desa belumlah digerakkan oleh spirit demokrasi, kemandirian dan kerakyatan.

Langgam pembajakan UU Desa tersebut juga dikuatkan dengan pernyataan sikap para birokrat-teknokrat, para ahli, dan juga didukung oleh sebagian politisi bahwa Desa tidak/belum siap mengelola otonomi aslinya. Perangkat Desa misalnya, dianggap tidak menguasai aspek-aspek administrasi keuangan baik dari sisi penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban yang rumit. Walhasil, mereka dipaksa untuk menguasai penatausahaan keuangan, namun abai terhadap substansi Dana Desa sebagai instrumen redistribusi kesejahteraan warganya sebagai perwujudan dari konsensus warga Desa yang dibangun dari forum-forum deliberatif warga.

Pernyataan tersebut selalu diletakkan dalam argumen bahwa Desa tidak memiliki kapasitas tata kelola keuangan yang berujung pada berseminya moral hazard para perangkatnya. Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan OTT KPK dalam kasus dugaan penyelewengan Dana Desa yang melibatkan Bupati dan Kajari Pamekasan. KPK sendiri telah menerima 662 aduan publik, sementara Polri menerima 900 aduan dan tengah menindaklanjuti 167 laporan terkait pengelolaan Dana Desa. Sebagai tindak lanjutnya, Pemerintah melalui Kementrian Desa, Kementrian Dalam Negeri dan Polri telah menandatangani nota kesepahaman “Pencegahan, Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Dana Desa”.

Berbagai argumen yang disajikan telah menyudutkan Desa dengan tidak adil. Jika dibandingkan dengan otonomi daerah sejak tahun 1999, apakah desentralisasi juga telah bebas dari praktik tata kelola korup? Berapa banyak para kepala daerah dan pejabat daerah yang terjerat kasus korupsi? Secara faktual justru memunculkan ungkapan sinikal yang bermakna otonomi daerah tidak menghasilkan desentralisasi kesejahteraan namun justru menghasilkan desentralisasi korupsi yang menyebar ke daerah. Dalam konteks tersebut, sebetulnya menjadi jelas, bahwa praktik-praktik tata kelola yang korup bukan berakar pada desain otonomi daerah.

Hari-hari ini semakin terang benderang, wacana publik diarahkan pada bahwa Desa tidak mampu melaksanakan mandat UU Desa.Isu korupsi Dana Desa selalu dihembuskan untuk melucuti satu per satu kewenangan Desa. Upaya distorsi-reduksi terhadap UU Desa terus dlakukan bahkan oleh negara sendiri. Hal ini semakin menegaskan bahwa negara belumlah berubah: selalu menempatkan Desa sebagai alas kaki kekuasaan Negara. Menjadi penting untuk terus membangun counter terhadap upaya distorsi-reduksi yang terus menggerogoti UU Desa. Menjadi jelas, tantangan hari ini adalah mengembalikan kembali praktik implementasi UU Desa pada marwahnya.

Mengukur Kemandirian Desa

Desa mandiri saat ini menjadi isu menarik yang banyak didiskusikan orang. Dalam naskah UU Desa, secara eksplisit tidak dijelaskan konsep maupun ukuran desa mandiri. Karena tidak ada definisi baku, banyak orang maupun institusi selanjutnya  menafsirkan makna kemandirian desa berdasarkan argumentasi masing-masing. Menurut Hastowiyono, secara etimologis, ke(mandiri)an berbeda dengan ke(sendiri)an, berbeda pula dengan ke(diri)an. Ke(sendiri)an berarti mengurus dirinya sendiri tanpa dukungan pemerintah, dan pemerintah membiarkan desa bekerja sendiri dengan kekuatan lokal, misalnya dengan memanfaatkan swadaya masyarakat. Ke(diri)an sering disebut dengan autarchy  atau sikap ego desa yang lebih banyak berorientasi ke dalam (inward looking), yang tidak mau berinteraksi dengan dunia luar. Sedangkan kemandirian dapat diartikan sebagai kapasitas (kemampuan) untuk melakukan upaya-upaya mencapai kehidupan yang lebih sejahtera dengan mengedepankan optimalisasi potensi dirinya, tanpa menggantungkan pada pihak lain. Kemandirian dapat juga dimaknai adanya emansipasi (inisiatif/prakarsa dan kemauan/motivasi dari dalam diri) untuk melakukan upaya-upaya mencapai kehidupan yang sejahtera secara berkelanjutan. Dengan demikian, kemandirian desa berpusat pada kapasitas dan emansipasi lokal, yakni kemampuan, prakarsa dan gerakan desa secara kolektif dalam mengembangkan potensi-aset yang dimiliki. Kalaupun ada keterlibatan dari pihak luar, keterlibatannya lebih bersifat memperkuat atau memberi dukungan energi untuk mempercepat pencapaian tujuan. Konsep kemandirian desa (otonomi desa) juga menunjuk adanya kewenangan desa. Kewenangan desa merupakan hak desa untuk mengatur, mengurus dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.

Pada bulan Maret – April 2015 ini, tiga institusi yakni BPMPD Kab. Kutai Timur, PT. Kaltim Prima Coal dan PPDB STPMD ”APMD” Yogyakarta bekerjasama menyelenggarakan pengukuran kemandirian desa. Kegiatan dimulai dengan mendiskusikan konsep, variabel, indikator serta instrumen desa mandiri. Diskusi secara marathon dilaksanakan di kampus STPMD ”APMD” Yogyakarta, di Kantor Bupati dan BPMPD Kutai Timur serta di kantor Community Empowerment PT KPC Kutai Timur. Acara dilanjutkan dengan try out     yang diselenggarakan di dua desa yakni desa Sangata Selatan dan desa Swarga Bara. Try out berjalan cukup lancar berkat dukungan dari semua pihak termasuk melibatkan 20 orang personil dari BPMPD Kutim dan PT KPC, sedangkan personil dari PPDB STPMD ”APMD” diwakili 2 orang dosen yakni Hastowiyono dan Suharyanto. Pasca try out, dilakukan pengukuran tingkat kemandirian desa dengan menggunakan pendekatan metode Indeks  berdasarkan hasil  scoring yang dilakukan pada lebih dari 240 pertanyaan. Hasil dari pengukuran didapatkan pengkategorian kemandirian desa berdasarkan nilai atau persentase masing-masing desa. Try out akan segera dilaksanakan di 12 desa dengan berbagai tipologi desa agar didapatkan pembelajaran berharga sebelum dilaksanakan untuk 134 desa se Kutai Timur. Pengukuran kemandirian desa ini menjadi sangat penting sebagai bahan evaluasi diri bagi desa sekaligus mendiagnosis atas berbagai kekurangan dan kelemahan baik dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan, kemasyarakatan serta pemberdayaan masyarakat. Hal ini sangat bermanfaat bagi desa dan supra desa serta para pihak (Perusahaan, LSM, Perguruan Tinggi) untuk melakukan treatmen atas kekurangan dan kelemahan. Ke depan diharapkan akan dicapai kemandirian di banyak desa seperti yang dicita-citakan oleh pemerintahan Jokowi JK melalui Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi. (har)

Komunikasi Politik dalam Pers Indonesia

Penulis: B Setiawan

Pers Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang erat berhubungan dengan pergerakan nasional untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional, dan dengan itu perjuangan untuk memperbaiki kehidupan rakyatnya. Meski posisi dan peranan pers mengalami pergeseran sesuai dengan perkembangan sejarah negara dan sistem politiknya, namun pers Indonesia memiliki karakter yang konstan, yakni komitmen sosial-politik yang kuat. Media massa umumnya tunduk pada sistem pers yang berlaku di mana sistem itu hidup, sementara sistem pers itu sendiri tunduk pada sistem politik yang ada. Dengan kata lain, sistem pers merupakan subsistem dari sistem politik yang ada. Maka dalam setiap liputan pemberitaan dengan sendirinya akan memperhatikan keterikatan tersebut. Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang bebas dan bertanggungjawab. Konsep ini mengacu ke teori “pers tanggungjawab sosial.” Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggungjawab pada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat modern. Namun dalam prakteknya, pers harus bertanggungjawab pada pemerintah. Ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pers yang kritis dan mencoba menjalankan kontrol sosial. Ada rambu-rambu yang tidak tertulis, yang tidak bisa dilanggar. Misalnya: sulit dibayangkan pers Indonesia secara lugas dan terbuka bisa memuat isu tuduhan korupsi/kolusi/monopoli terhadap Presiden atau keluarganya. Padahal di negara demokratis, pemberitaan kritis adalah biasa saja dan jabatan Presiden bukan jabatan suci yang tak bisa disentuh. Namun kalau toh rambu-rambu itu bisa diterima, bahkan batas-batas rambu itu sendiri tidak pernah jelas, bisa mulur-mungkret tergantung selera penguasa. Di era regim Orde Baru ini, ketika suatu penerbitan dianggap pemberitaannya “bertentangan dengan pembangunan”, menghadapi risiko dibreidel. Pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), yang berkali-kali dilakukan regim Orde Baru, hakekatnya adalah sama dengan pembreidelan, karena itu dilakukan atas alasan isi pemberitaan. Padahal UU Pokok Pers tegas mengatakan tidak ada pembreidelan. SIUPP seharusnya hanya berkaitan dengan faktor ekonomis/usaha, bukan isi berita. Di Indonesia, kalau kita bicara tentang “kebebasan pers,” maka kita kenal sebutan “Pers Pancasila.” Di sini akan terlihat, bagaimana Pancasila “diobral” dan dijadikan dalih untuk melegitimasi berbagai tindakan dan praktek pembatasan kebebasan pers. Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984) merumuskan Pers Pancasila sebagai berikut: “Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif. Kalau mengacu buku Sistem Pers Indonesia (Atmadi:1985), disebutkan, akar dari sistem kebebasan pers Indonesia adalah landasan idiil, ialah Pancasila, dengan landasan konstitusional, UUD 1945. Kemudian disebutkan, pers adalah salah satu media pendukung keberhasilan pembangunan. Bentuk dan isi pers Indonesia perlu mencerminkan bentuk dan isi pembangunan. Kepentingan pers nasional perlu mencerminkan kepentingan pembangunan nasional. Inilah yang disebut “pers pembangunan,” model yang juga banyak diterapkan di negara sedang berkembang lainnya. Meski sepintas kedengarannya juga masih bagus, implikasinya adalah: karena pembangunan dianggap sudah merupakan program regim Orde Baru, maka pers harus mendukung pemerintah Orde Baru. Pers sangat tidak diharapkan memuat pemberitaan yang isinya bisa ditafsirkan tidak sejalan atau bertentangan dengan posisi pemerintah. Lalu siapa yang berhak menafsirkan bahwa isi pemberitaan pers itu bertentangan atau tidak bertentangan dengan pembangunan? Dalam prakteknya, itu ditentukan oleh pemerintah sendiri. Dan karena pemerintah sangat dominan dalam berbagai aspek kehidupan sosial-politik, ini sangat membuka peluang bagi penyelewengan dan pembatasan kebebasan pers. Pemerintah (Deppen) bertindak sebagai jaksa, hakim dan sekaligus algojo, dalam membungkam pers yang dianggap “melanggar batas.” Manfaat Keberadaan Komunikasi Politik mengenai apa arti dan manfaatnya komunikasi politik dalam tatanan kehidupan politik sehari-hari maka seharusnya masyarakat sudah menangkap dengan jelas keberadaan model-model komunikasi yang ditimbulkan dalam perpolitikan, peran komunikasi memegang peran penting dalam mengupayakan kepekaaan setiap kejadian politik yang berlangsung dewasa ini. Setelah kita memahami apakah komunikasi dan dan definisi politik maka kita secara tidak langsung akan memahami pola hubungan komunikasi yang terjadi didalamnya. Secara umum juga dijelaskan bagaimana komunikasi politik muncul sebagai suatu bidang studi yang mencoba untuk berdiri sendiri. Dalam memahami mata kuliah ini diperkenalkan juga berbagai pendekatan teoritik maupun metodologis yang mampu menjelaskan komunikasi politik sebagai suatu suatu disiplin ilmu. Secara operasional komunikasi politik ini juga memberikan contoh-contoh konkrit dalam interaksi komunikasi maupun politik, baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional. Oleh karena itu pembahasan juga akan menyentuh disiplin lain secara terbatas, seperti komunikasi internasional, hubungan internasional, maupun dalam lingkup international political communication. Sementara bidang-bidang lain yang relatif dianggap baru seperti ekonomi politik media, teknologi media dibahas secara terbatas. Dalam substansi operasionalnya akan dibahas mengenai batasan komunikasi politik, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Kemudian akan dibahas juga secara mendalam komunikasi persuasive dalam komunikasi politik seperti bahasa politik, retorik politik, iklan politik propaganda dan debat politik, sampai kepada sosialisasi politik, kampanye politik, pendapat umum dan lainnya kesemuanya dikaitkan dengan peran komunikasi sebagai komponen yang dominan. Ketika kita berbicara masalah komunikasi politik maka kita mau tidak mau akan berbicara masalah komunikasi dan politik, dan akan berbicara masalah komponen dan segala sesuatunya yang terdapat didalamnya. Mata rantai disiplin ilmu kemudian akan nampak bahwa komunikasi politik juga berhubungan dengan masalah sosial, budaya, agama dan lain sebagainya. Sehingga jelas bahwa disini komunikasi politik membelikan peluang untuk para praktisi mempelajarinya guna memperkaya khasanah keilmuan dan mempertajam daya analisis.


https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
Open chat
Selamat datang dikampus STPMD "APMD".

Kami dari Penerimaan Mahasiswa Baru siap melayani.

Apakah ada yang bisa kami bantu?