Empat Pesan Ketua Kepada Mahasiswa Baru

STPMD “APMD” Yogyakarta kemarin (17/9) membuat sejarah, menggelar sidang senat terbuka dengan acara tunggal penetapan mahasiswa baru tahun 2019/2020. Sidang senat terbuka diadakan di gedung audiotorium Ganesha dihadiri seluruh anggota senat, para dosen dan mahasiswa baru.

Ketua STPMD “APMD” Dr. Sutoro Eko Yunanto dalam sambutannya mengatakan, “Kita menciptakan tradisi baru menggelar sidang senat terbuka untuk menetapkan mahasiswa baru tahun akademik 2019/2020 bersamaan dengan permulaan Sosialisasi Internal Kampus tahun 2019/2020.” Sidang senat terbuka kemarin dilaksanakan dengan khidmad dan bermartabat menyambut kehadiran mahasiswa baru yang berasal dari 28 provinsi seluruh tanah air. “Ini adalah sebuah keberagaman. Sebuah perbedaan yang selalu kita rayakan. Bersatu dalam keberagaman,” ujar Sutoro Eko.

Ketua menjelaskan, APMD menggelar sidang senat terbuka ingin meneguhkan komitmen sebagai lembaga akademik untuk mendidik dengan melayani mahasiswa dan melayani dengan mendidik. Agar mahasiswa menjadi manusia yang utuh. Sesuai dengan amanat Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 dan juga statuta STPMD “APMD”. “Melayani menjadi tradisi yang kita utamakan. Sekolah tinggi berkomitmen untuk mendidik dan melayani mahasiswa dengan prinsip humanism dan kasih sayang,” tambah Sutoro Eko. Acara kemarin untuk memastikan kepatuhan dan penghormatan kepada kaidah kepada kebajikan kepada institusi dan tradisi akademi yang disimbolisasi dengan adanya senat yang mengenakan toga. Toga adalah simbol kebajikan dan tradisi akademik. Kelak tiga atau empat tahun mahasiswa baru juga akan memakai toga karena telah melewati proses dan tradisi akademik selama proses belajar mengajar. Kepada mahasiswa baru Ketua menyampaikan empat pesan penting.

Pertama, sesuai hymne Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 dan mars APMD, Keilmuan yang berkembang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi bersumber secara ideologis pada Pancasila dan UUD 1945. Konstitusi bukan sekadar pasal demi pasal dan bukan sekadar norma tetapi di dalamnya ada ideologi dan sumber pengetahuan yang kita jadikan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan bagi sekolah tinggi. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah nilai sekaligus keberpihakan pada tujuan bagi sekolah tinggi. Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat dan berkeadilan social, itu adalah sumber ilmu pengetahuan yang akan kita kembangkan dan kita jadikan pijakan dalam penyelenggaraan sekolah tinggi karena kita rumpun ilmu sosial, ilmu politik dan humaniora.

Kedua sesuai sumber Pancasila dan UUD 1945, sekolah tinggi meneguhkan mendedikasikan jiwa rara untuk memuliakan desa sekaligus mempersatukan Indonesia. “Desa dan Indonesia adalah dua entitas yang berbeda tapi keduanya ditunjukkan pada keberpihakan sekolah tinggi melalui Tri Dharma . Ada satu benang merah yang mempertemukan desa dan Indonesia yaitu perubahan,” tegas Sutoro Eko yang sering dipanggil Guru Desa itu. Artinya, tambahnya, kita tak hanya bersatu dalam perbedaan tetapi juga bersatu dalam perubahan. Bersatu dalam perubahan itu artinya kita akan merajut gotong royong sesuai yang ditekankan oleh pendiri bangsa Soekarno. Gotong royong adalah satu nilai kita anti individualisme, kita anti kolonialisme. Kita sepakat pada kolektivisme menuju perubahan. Baik perubahan pada desa, pada sekolah tinggi maupun perubahan pada Indonesia.

Lebih jauh dikatakan, dalam memuliakan desa itu ada semangat mempercayai desa dan semangat menghormati desa. Bukan sekadar sebagai wilayah, bukan sekadar satuan administratif tetapi desa adalah basis kehidupan dan penghidupan. Spirit memuliakan desa dan mempersatukan Indonesia menjadi bagian tak bisa dipisahkan dari ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945.

Ketiga, Ketua menegaskan, sekolah tinggi dengan jiwa raga, dengan kasih sayang, mendidik, melayani, mempersiapkan sarjana yang sujana.Sujana itu artinya cerdas dan kritis. Serta berpihak dan bermanfaat bagi orang banyak. Sarjana yang tak hanya menuntut untuk kepentingan sendiri tetapi kepentingan orang banyak. Cerdas itu tak hanya ip yang bagus, tak hanya menghapal diktat, tak hanya menghapal rumus, tetapi mampu memaksimalkan lima otak dalam kepala kita. Otak pertama otak atas, otak spiritual, patuh kepada Tuhan cinta kepada manusia. Otak depan itu untuk kecerdasan sosial. Itu artinya kita santun dan rendah hati dalam pergaulan sosial. Punya kepedulian terhadap orang banyak. Terutama rakyat jelata yang tak beruntung secara politik dan ekonomi. Otak kiri adalah kecerdasan intelektual. Kecerdasan kita memahami ilmu pengetahuan dan kritis, kaya perpektif dan kritis terhadap situasi sosial dan politik. Otak kanan adalah kecerdasal kultural, kecerdasan budaya. Selain kita toleran terhadap perbedaan kita punya kreasi yang berbeda dari kecerdasan teknokratik yang hanya berhitung tentang rumus maupun hitung-hitungan dalam analisis kwantitatif atau dalam analisis statistik. Terakhir Otak belakang adalah kecerdasan ekonomo politik. Ekonomi dan politik sesuatu yang normal namun jika ekonomi politik yang ditaruh di depan akan melahirkan para bandit, parasit cukung, dan para tengkulang yang merugikan rakyat jelata.

Pesan keempat Ketua, jadilah mahasiswa yang berprestasi, jangan jadi mahasiswa bermasalah. Ada mahasiswa biasa, mahasiswa bermasalah dan mahasiswa berprestasi. Mahasiswa biasa itu rutin. kampung, kost dan kampus. Indeks Prestasinya bagus, selesai 3,5 sampai 4 tahun, tetapi tak punya kesempatan meraih dunia luar. Karena itu raihlah kesempatan menjadi mahasiswa berprestasi. Berprestasi itu artinya tak hanya IP yang bagus. IP bukan ukuran kecerdasan. IP adalah ukuran apakah mahasiswa malas atau tidak. IP bagus belum tentu mahasiswa itu hebat Tetapi mahasiswa yang mempunyai IP jelek pasti orangnya pemalas. Mahasiswa yang bermasalah itu hanya punya dua K. Kampung dan kampus, tak punya kost. Tidurnya di kampus, artinya tak punya kesempatan belajar yang baik. Jika sekian tahun IPnya di bawah 2. Itu mahasiswa bermasalah.Kita ingin mahasiswa baru semua menjadi mahasiswa berprestasi dan sukses menjadi sarjana yg sujana.

Sebelumnya Wakil Ketua I Dra. Chandra Rusmala, M.Si melaporkan mahasiswa baru tahun 2019/2010 datang dari 28 provinsi. Ada enam provinsi dengan mahasiswa terbesar yaitu Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, Papua Barat dan Sumatera Barat. Selain itu sumber biaya studi mahasiswa datang dari biaya mandiri, Beasiswa Bidik Misi, Program Afirrmasi Pendidikan Tinggi, Beasiswa Yayasan Binter Busi dan Beasiswa Tugas belajar Non PNS dari Pemkab Kepulauan Mentawai.

Lokakarya “Menggali Gagasan dalam Rangka Memberikan Inputs RPJMN 2020-2024 Bidang Desa & Kewilayahan”

Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta Dr, Sutoro Eko Yunanto dan Direktur Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Sunaji Zamroni tampil menjadi narasumber lokakarya “Menggali Gagasan dalam Rangka Memberikan Inputs RPJMN 2020-2024 Bidang Desa & Kewilayahan.” Kegiatan Ini diselenggarakan oleh IRE di Hotel Santika Yogyakarta, Selasa (10/9).

Dalam pemaparan background study report review penyusunan RPJMN 2020-2024 lingkup daerah tertinggal, kawasan perbatasan, desa dan kawasan perdesaan, dan transmigrasi, Sunaji mengatakan fokus IRE hanya pada bidang desa dan kawasan perdesaan. Hasil review atas background study yang dilakukan IRE menemukan bahwa kedudukan desa masih dilihat dalam kacamata lama. Desa belum ditempatkan dalam posisi yang otonom. Sehingga dalam beberapa aspek pembangunan desa masih diatur oleh pemerintah supra desa,

Di samping itu IRE menemukan beberapa aspek fundamental yang ada dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014 belum diterjemahkan secara gamblang dalam background study yang ada. Di antara aspek tersebut adalah tentang penataan desa, kewenangan desa, dan aset desa. IRE ingin mengembalikan desa sebagai subyek pembangunan berdasarkan asas rekognisi dan subsidiaritas. Sementara pemerintah supra desa perannya lebih banyak dalam hal pembinaan dan pengawasan kepada desa melalui pembuatan pedoman, melakukan pembinaan, bimbingan, supervisi, peningkatan kapasitas, fasilitasi, serta mendorong percepatan pembangunan desa.

Sutoro Eko melalui pemaparan berjudul “Kembalikan Jalan Lapang Perubahan Desa!” memulai dengan menjelaskan empat jenis negara terkait dengan desa. Pertama negara leviathan liberal: negara melenyapkan desa dari posisi kesatuan masyarakat hukum seperti di Eropa Barat. Negara kolonial: negara memperalat dan menghisap desa. Negara modernis-developmentalis: negara membangun sambil merusak, memajukan sambil melemahkan. Negara semesta: negara mengakui, menghormati, melindungi dan memperkuat desa.

Ketua APMD juga mejelaskan kontradisksi pelaksanaan UU Desa antara lain telah mengalami simplifikasi dan reduksi hanya menjadi dana desa. Selain itu, bukan politik rekognisi, subsidiaritas, demokratisasi dan konsolidasi yang mengarahkan desa, melainkan oleh proyek, administrasi dan aplikasi.

Terkait regulasi dan deregulasi, Sutoro Eko mengutip Presiden Joko Widodo, “Kepala desa tidak sibuk mengurus rakyat, tetapi sibuk mengurus laporan. Kita tidak boleh terjebak pada regulasi yang kaku, yang formalitas, yang ruwet, yang rumit, yang basa-basi, yang justru menyibukkan, yang meruwetkan masyarakat dan pelaku usaha,. Ini harus kita hentikan. Sekali lagi, ini harus kita hentikan. Regulasi yang tidak konsisten dan tumpang tindih antara satu dan lainnya harus diselaraskan, disederhanakan dan dipangkas.”
Meskipun keinginan presiden cukup jelas, namun kenyataanya, yang tidak perlu diatur malah diatur ketat. Yang perlu pengaturan malah dibiarkan tidak diatur. Aturan harus dilandasi prinsip hak, kewenangan dan kewajiban desa. Karena itu, Presiden Jokowi mengatakan menteri tidak perlu membuat banyak program. Cukup empat program. Selebihnya adalah pelayanan,

Menurut salah satu perancang UU Desa ini, regulasi merupakan instrumen ekonomi-politik birokrat, program merupakan instrumen ekonomi-politik teknokrat. Program tidak pernah akan memperkuat sistem dan institusi, bahkan tidak akan mengubah struktur sosial, melainkan hanya “menarik sapi kurus dengan tali yang besar dan panjang” atau “hanya membangun istana pasir.” Sementara itu, pelayanan merupakan jantung sistem-institusi yang menjadi tugas utama pemerintah-negara dalam melindungi, memberdayakan dan memperkuat desa.

Pada akhir pemaparan, Sutoro Eko menguraikan pendekatan yang harus dilakukan. Bukan mengepung dengan pengawasan, tetapi pembinaan melalui edukasi, fasiltasi, asistensi,dan pembelajaran. Bukan mencekoki kades dengan proyek dan uang tetapi dengan politik dan nilai. Bukan mutilasi dengan cara pandang dan titipan sektoral, tetapi konsolidasi sistem desa. Bukan inovasi yang membuat desa jadi lokasi dan obyek, tetapi reformasi desa. Bukan pencegahan korupsi, tetapi demokratisasi. Bukan pemberantasan korupsi, tetapi penegakan hukum, Pendamping bukan melayani menteri, tetapi melayani dan mengorganisir desa.

Lokakarya diikuti oleh sekitar 30 orang dari Gunungkidul, Bantul, Magelang, Ambon, Kuningan, Serdang Berdagai, Berau, Manokwari. Mereka terdiri dari kepala desa, Bappeda, sampai Bupati.. @ Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”

Kuliah Umum “Keluar dari NEGARA JAKARTA Membentuk Ulang NEGARA INDONESIA”

Pindah ibu kota adalah hijrah untuk membuat sejarah masa depan. Tidak perlu berpikir dan berpendapat ala bakul plus tengkulak Jakarta yang hanya berhitung untung rugi. Hal itu dikatakan oleh Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta Dr. Sutoro Eko Yunanto, Rabu (4/9) pada kuliah umum bertema “Keluar dari Negara Jakarta Membentuk Ulang Negara Indonesia.” Kuliah umum diadakan di Ruang M. Soetopo, Kampus Desa Timoho, Yogyakarta, yang diikuti lebih dari seratus mahasiswa dan non mahasiswa.

Dalam kuliah umum yang dipandu Dr. Guno Tri Tjahjoko itu, Sutoro Eko menjelaskan berbagai isu antara lain: teori dan praktik pembentukan Negara, negaranisasi pemerintah govermentalisasi negara, transformasi dan mentalitas Negara Jakarta, arsitektur baru pemerintahan dan Negara Indonesia, dan posisi desa dalam Negara baru.

Pada awal kuliah umum, Ketua APMD itu member latar belakan tentang tujuan dan alas an Presiden Joko Widodo berkehendak memindahkan ibu kota sebagai bagian dari misi besarnya mengubah Jakarta-Jawa centris menuju Indonesia centris. Baik Presiden maupun Bappenas menyampaikan alas an pada fakta hilir yang kongkret dan kasat mata apa yang terjadi di Jakarta. Presiden sama sekali tak menyalahkan Pemprov DKI Jakarta. Bahkan menurut catatan sejarawan, sejak zaman VOC sudah mengendalikan banjir tetapi juga menciptakan banjir.

Argumen para penolak ibu kota pindah cukup banyak. Mereka menggunakan argumen sejarah, politik, ekonomi, anggaran, dan legalitas. Pada argumen sejarah, Jakarta adalah legacy Bung Karno, terlalu bersejarah untuk ditinggalkan. Jakarta adalah warisan Batavia tetapi Jakarta bukan Batavia karena Bung Karno member citarasa Indonesia pada Jakarta. Argumen politik mengatakan Presiden tak bisa memutuskan sendiri pemindahan ibu kota tetapi harus melalui referendum. Mirip argumen politik, pada argumen legalitas, dikatakan keputusan presiden illegal karena tak menggunakan UU bersama DPR. Argumen ekonomi dan anggaran sebelas-dua belas, ekonomi sedang sulit, pindah ibu kota akan membebani anggaran Negara. Seorang influencer muda yang cerdas, kritis, hebat tetapi dangkal mengatakan bahwa pemindahan ibu kota mengonfirmasi kegagalan Jokowi memperbaiki Jakarta.

Sutoro Eko juga mengutip dua sahabatnya terkait pemindahan ibu kota. M. Barori, Ketua Yayasan Pendidikan 17 mengatakan pemindahan ibu kota bukan soal lingkungan, tetapi reformasi birokrasi secara radikal. Sementara Yando Zakaria, pegiat desa aktivis LSM, mengatakan pemindahan ibu kota Negara itu dalam konteks Indonesia adalah reproklamasi republik. Jadi tidak relevan dibahas dengan pendekatan teknokratik dan atau ekonomi semata.

Negara menurut “ilmu Negara” yang dipengaruhi oleh hukum, Negara adalah kesatuan (entitas) yang terdiri dari wilayah, rakyat, pemerintah, kedaulatan, dan pengakuan. Max Weber mengatakan Negara adalah satu masyarakat manusia yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara absah dalam suatu wilayah. Negara mempunyai dua fungsi utama yaitu law & order dan welfare.

Negara Jakarta:
Jakarta bukan sekadar provinsi, bukan pula sekadar ibu kota Negara Republik Indonesia. Jakarta adalah pusatnya pusat, mengandung unsur negara, kota dan modal, yang dibentuk dan disepuh terus dari zaman kolonial hingga zaman neoliberal dengan politik perang dan paksaan. Sutoro Eko menyebutnya sebagai Negara Jakarta. Ini bukan Negara dalam Negara. Tetapi Jakarta dan Negara adalah dua sisi mata uang. Sejarah, ekonomi-politik, budaya,ilmu pengetahuan, teknologi, globalisasi, sengketa politik, berkontribusi terhadap pembentukan Negara Jakarta. Karena itu, “Jakarta menciptakan Negara, Negara menciptakan Jakarta,” jelas Sutoro Eko.

Ketua APMD itu menggarisbawahi, setiap episode sejarah ( dari Kolonialisme Belanda, Nasionalisme Soekarno, Developmentalisme Soeharto, dan Neoliberalisme Reformasi) selalu menampilkan sosok ideologi menonjol yang berbeda, tetapi empat episode yang berbeda itu memiliki kesamaan yakni sentralisme. Nasionalisme sangat kontras dengan kolonialisme, tetapi keduanya adalah sentralisme. Apalagi, developmentalisme dan neoliberalisme, merupakan dua pewaris yang melanjutkan kolonialisme.

Sutoro Eko juga mengutip Susan Blackburn yang antara lain mengatakan selama 400 tahun, Jakarta hanya kota yang dibangun untuk memenuhi impian para penguasa dan kaum aristokrasi uang. Penguasa ingin Jakarta menjadi semacam model kota harapan mereka sendiri. Jakarta bukan milik dan untuk kehidupan bersama.

Sebagai seorang ilmuwan, Sutoro Eko wanti-wanti memberi preskripsi dan antisipasi terhadap berbagai konsekuensi yang tidak disengaja (unintended consequences), jebakan “musang berbulu domba” para penumpang gelap, maupun jebakan mesin anti-politik yang teknokratik-birokratik, yang menyertai kehadiran ibu kota baru. (Humas/Tass)

WISUDA ADALAH PUNCAK DAN JEMBATAN

Wisuda adalah puncak dari proses studi panjang yang melelahkan, melewati masa sulit dan penuh hambatan. Dengan Wisuda, para wisudawan termasuk warga Indonesia yang beruntung karena termasuk segelintir warga yang dapat menyelesaikan pendidikan di PT. Karena dua hal itu, wisuda patut disyukuri dengan penuh kegembiraan. Ternyata jalan pendidikan yang dilalui, telah memberikan hikmah dan membentuk karakter, baik dari sisi nalar maupun kedewasaan.

Wisuda juga merupakan jembatan, untuk mencapai tujuan selanjutnya di dunia kerja. Menjadi PNS memang dambaan banyak wisudawan, namun itu bukan satu-satunya. Menjadi pegiat Desa atau masuk menjadi perangkat desa, yang kelak sanggup merebut kekuasaan, baik kursi kepala desa maupun memimpin politik Daerah. Perangkat desa bukanlah profesi rendahan, tetapi profesi mulia, karena bersentuhan langsung dekat dan bermanfaat untuk orang banyak di desa. Fakta membuktikan, banyak Lulusan STPMD “APMD” berhasil menempuh jalan itu.

Demikian inti sambutan Ketua STPMD “APMD” , Dr. Sutoro Eko Yunanto, dalam upacara Wisuda Diploma Tiga, Sarjana dan Magister tanggal 4 Mei 2019 di Gedung Ganesha.

Suasana Wisuda kali ini menyentuh kalbu ketika lagu “Titip Rindu Buat Ayah” dinyanyikan oleh Bapak Ir. Muhammad Barori, M.Si, yang mengungkapkan kerinduan anak pada ayahnya, yang telah berjuang, berkorban demi anaknya, para wisudawan. Tak sedikit air mata menetes dari mata para wisudawan dan para hadirin.

Bupati Landak Beri Kuliah Umum Pengelolaan Desa Berbasis Adat Dayak di Yogyakarta

YOGYAKARTA – Bupati Landak dr Karolin Margret Natasa memberi materi kuliah umum yang mengangkat tema Pengelolaan Desa Berbasis Adat di kampus Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta, Kamis (21/2/2019).

Dalam pemaparannya, Bupati perempuan pertama di Kabupaten Landak ini mengaku sulitnya mendorong pengelolaan desa berbasis adat. Salah satu yang menjadi masalah diantaranya adalah disatu sisi ada perangkat desa formal dan disisi lainnya ada tokoh adat yang masih sangat dihormati.

Masyarakat Dayak yang merupakan mayoritas warga di Kabupaten Landak, sebut Karolin, pada era Orde Baru dipisahkan dari adat.

“Mereka tercerabut dari akarnya. Memang tak semua negatif, ada yang positif, misalnya tak ada lagi budaya mengayau atau memotong kepala orang saat terjadi perang antar etnis,” ungkap Karolin dalam pemaparannya, Kamis (21/2/2019).

Satu persatu kesulitan dalam mengelola desa itu pun saat ini mulai terurai, salah satunya dengan terus melestarikan kearifan lokal Bahaum, semacam musyawarah adat atau bicara di para-para dari Papua.

Melalui Bahaum inilah, para tetua adat Dayak bermusyawarah, sementara para perangkat desa dan warga desa lainnya melaksanakan Musrenbangdes.

“Sejauh ini berjalan dengan baik, bahkan tetua adat ini juga ikut mengawasi kepala desa dalam pengelolaan dana desa,” ungkapnya.

Selain itu, Karolin juga melakukan pemetaan terkait dengan konsep pengelolaan berbasis adat, dan mendapati kondisi bahwa pengaruh adat di Kabupaten Landak masih sangat kuat. Bahkan tingkat kepercayaan publik jika dibandingkan dengan kepolisian dengan lembaga adat, publik lebih percaya pada lembaga adat.

“Nah ini adalah hasil pemetaan yang kemudian kami rumuskan dalam berbagai kebijakan, bahwa untuk menjamin terlaksananya program-program pembangunan melibatkan masyarakat adat itu menjadi sangat krusial,” ungkap Karolin.

Selain melibatkan masyarakat adat, Pemerintah Kabupaten Landak juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga adat serta melibatkan mereka secara aktif dan positif dalam proses pembangunan.

Sejauh ini, Pemkab Landak terus mendorong mengentaskan persoalan-persoalan sosial yang ada. Pasalnya, dari 156 desa yang ada di Kabupaten Landak, lebih dari 80 desa yang ada masih desa tertinggal.

“Nah ketertinggalannya ini di bidang apa, kami juga melakukan pemetaan,” jelasnya.

Karolin menambahkan, persoalan yang paling utama adalah masalah infrastruktur, kemudian tingkat pendidikan dan masalah kesehatan yang didalammnya termasuk sanitasi dan jamban. Hal tersebut lantaran kebiasaan masyarakat untuk buang air besar di sungai juga masih sangat tinggi.

Sehingga Pemerintah Kabupaten Landak juga melibatkan masyarakat adat agar mereka secara perlahan untuk memiliki jamban masing-masing di rumah. Pemkab Landak juga mendorong agar setiap desa memiliki kesadaran terhadap kekerasan perempuan dan anak.

“Oleh karena itu kita arahkan dan antisipasi agar masyarakat adat juga merumuskan peraturan desa yang berkaitan dengan upaya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Karolin

“Dan kami buat kesepakatan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak ini tidak cukup hanya diselesikan di level hukum adat, tetapi harus masuk ke level hukum positif untuk memberikan efek jera,” tambahnya.

Sementara itu Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta Sutoro Eko Yunanto mengatakan, pada era orde baru kemajuan sebuah desa dapat diukur dari adatnya.

Apabila masih menjaga adat, berarti masih desa terbelakang. Sementara yang sudah meninggalkan adat dianggap desa yang telah maju.

“Ukuran kemajuan desa pada masa orde baru itu tadi sudah tak dipakai lagi sekarang,” ujar Sutoro Eko.

Sutoro Eko kemudian mengutip pernyataan Kaisar Meiji dalam sebuah film The Last Samurai yang berbunyi ‘Kita bisa seperti Barat tanpa meninggalkan tradisi. Kita bisa menjadi modern tapi tetap menjaga tradisi’.

“Desa bisa maju tanpa meninggalkan adat dab adat tetap terjaga beriringan dengan kemajuan desa,” ujarnya.

Sutoro Eko menambahkan, membawa perubahan dalam pengelolaan tersebut bukan berarti meninggalkan adat, tapi bagaimana adat itu berjalan seiringan dengan pengelolaan pemerintahan.

Sehingga kuliah umum yang disampaikan Bupati Landak ini diharapkan bisa memberikan inspirasi kepada mahasiswa sebagai calon pemimpin ke depannya.

“Jadi nanti setelah selesai dari sini, mereka bisa belajar dari ibu Karolin bagaimana mempersatukan adat dengan pemerintahan desa itu supaya berjalan seiringan menggerakan pembangunan dan pemerintahan di desa,” ungkapnya.

Kemah Belajar Kedesaan dan Kerakyatan Mahasiswa STPMD “APMD” Yogyakarta di Desa Wisata Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul

Sebanyak 30 mahasiswa STPMD “APMD” Yogyakarta didampingi para dosen pembimbing mengikuti Kemah Kedesaan dan Kerakyatan mulai dari 28 Januari sampai 2 Februari 2019 di Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kegiatan ini dirancang untuk membekali mahasiswa dengan nilai, pengetahuan dan ketrampilan agar dapat menghayati nilai-nilai kedesaan mengembangkan pengetahuan/perspektif kedesaan dan trampil dalam mengelola dan memecahkan persoalan kedesaan secara sistematis-logis, kritis dan kreatif.

Mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini harus memenuhi persyaratan yakni telah menempuh tiga semester dan disaring dengan diwajibkan menulis esai bertema mengapa mereka tertarik mengikuti Kemah Kedesaan dan Kerakyatan.

STPMD “APMD” merasa penting membuat kegiatan ini karena ingin menguatkan mazhab desa kepada mahasiswa.
Berdesa menyediakan dua hal: Pertama, desa menjadi basis identitas dan basis sosial untuk memupuk modal sosial yakni tradisi solidaritas, swadaya, kerjasama,, gotong royong yang secara inklusif melampaui batas-batas identitasnya;
Kedua, desa memiliki kekuasaan dan kepemerintahan (governance) mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

Acara pembukaan berlangsung cukup khidmat yg dihadiri oleh Ketua seluruh Wakil Ketua STPMD APMD, Kepala Desa, Pengelola Desa Wisata, dan para Dosen Pembimbing.
Dalam sambutannya Ketua STPMD “APMD” Dr. Eko Sutoro Yunanto, M.Si mengatakan pemilihan tempat di Desa Nglanggeran ini bukan sekadar pinjam tempat, tetapi ingin belajar di desa.
Sutoro Eko menambahkan dirinya pertama kali belajar desa di Gunungkidul. “Saya diskusi dengan kepala desa dan pegiat desa. Masalah yang paling banyak dibicarakan saat itu adalah air. Ada program pipanisasi, ada pipanya tapi tak ada airnya. Lalu kepala desa berinisiatif dan bergerak dengan jejaring melakukan penanaman pohon besar-besaran,” kata Sutoro Eko. Pada akhirnya, Gunungkidul memanen air. Semua ini tak ada perencanaan yang njilemet.
Sutoro Eko mengenang sembilan belas tahun silam, bertempat di Panggang Gunungkidul, dengan para pegiat desa berkumpul membicarakan desa sembari menyambut fajar baru UU No. 22/1999.

Dengan acara otak atik gatuk ala Jawa memberi kepanjangan DESA menjadi Demokratis, Emansipatoris, Sejahtera dan Adil. Itu adalah makna, etos dan semangat yang dibawa terus sebagai pijakan pemikiran dan gerakan pada tahun-tahun berikutnya.

“Hari ini, bertempat di Nglanggeran Gunungkidul, dalam Kemah Belajar Kedesaan dan Kerakyatan, etos DESA itu kami tuturkan kembali kepada para murid kami. Selama seminggu kedepan kami menyuntikkan dan memompa ideologi dan mazhab desa kepada para murid, baik lewat diskusi maupun jelalah lokal, agar mereka menjadi pewaris yang militan dan progresif,” papar Sutoro Eko.

Kepala Desa Nglanggeran, pak Senen, dalam pembukaan Kemah Kedesaan dan Kerakyatan menyatakan gembira dapat menerima para mahasiswa dan dosen pendamping untuk belajar di desanya. “Belajar memang tidak hanya di kampus saja tetapi harus terjun ke desa,” ujar pak Senen. Ia menjelaskan, Desa Nglanggeran terdiri dari lima dusun dan mempunyai penduduk 2.616 jiwa yang mayoritas atau sekitar 80-90 persen berprofesi sebagai petani. Sebagaian besar tanah yang digarap di desa ini adalah milik Kraton Yogyakarta atau Sultan Ground. Sebagaian lainnya milik petani sendiri. “Silakan belajar bersama dengan Perangkat Desa, Bumdesa, Pokdarwis, PKK dan lain-lain, di sini banyak potensi untuk dikembangkan” tambah pak Senen. (TAS-APMD)

WISUDA PERIODE NOVEMBER 2018

Wisuda adalah sebuah puncak. Khususnya bagi mahasiswa diploma tiga (D3) dan sarjana (S1), wisuda adalah titik puncak setelah melewati studi panjang yang melelahkan, penuh dengan masa-masa sulit dan hambatan termasuk kerap bertemu dengan sejumlah dosen yang menyebalkan. Karena itu sering mengatakan bahwa studi S1 jauh lebih berat ketimbang studi S2. Setelah wisuda serasa keluar dari penjara mengurangi satu beban diiringi dengan luapan bahagia dan syukur. Dalam pidatonya Ketua STPMD “APMD” Dr. Sutoro Eko antara lain menyampaikan bahwa wisuda adalah sebuah jembatan. Setelah wisuda para sarjana harus menempuh jalan yang lebih panjang mengarungi dunia yang lebih rumit dan sulit entah mencari perkejaan merajut keluarga atau bergaul dengan masyarakat luas. Pekerjaan adalah dunia nyata yang harus dituju oleh sarjana. Sarjana bisa memilih banyak pilihan atau sama sekali tidak punya pilihan tentang profesi.

Lebih lanjut Sutoro Eko menyatakan Pegawai Negeri Sipil (Aparat Sipil Negara) adalah profesi nomor wahid yang selalu dicari oleh para sarjana, baik karena karakter “Negara pegawai” atau karena PNS lebih banyak menjajikan sederet kebaikan ketimbang profesi lain. Tetapi masuk dunia PNS sungguh berat hari ini baik karena kursi yang disediakan terbatas maupun karena standar passing grade tes PNS besutan Kementrian PAN RB yang terlalu tinggi. Baru-baru ini Badan Kepegawian Negara melansir kabar hanya 9% perserta ujian CPNS yang sanggup lolos seleksi kompetensi dasar dengan materi tes kepribadian, kebangsaan dan intelegensia.

Namun lulusan tidak perlu risau. Dua puluh empat tahun silam, saya juga pernah mengikuti  seleksi CPNS, tetapi gagal karena saya tidak memiliki kecerdasan mekanis. Kelak diantara para sarjana yang gagal masuk PNS demikian juga para sarjana baru Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” bisa hadir menjadi pemimpin politik yang sanggup melampaui dan mengendalikan PNS.

Dr. Suotro Eko Yunanto, Ketua STPMD “APMD” yang baru

Hari Sabtu, tepatnya tanggal 17 November 2018 pada puncak Dies Natalis STPMD “APMD” ke 53 telah dilantik oleh Ketua YPP Tujuh Belas, Ir. M. Barori, pimpinan STPMD “APMD” yang baru.

Ketua STPMD “APMD” yang baru adalah Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si yang didampingi oleh Wakil Ketua I Bidang Akademik Dra. MC. Candra Rusmala Dibyorini, M.Si, Wakil Ketua II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Drs. Suharyanto, M.M, dan Wakli Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Ade Chandra, S.Sos., M.Si.

Dalam pidatonya Sutoro Eko menyampaikan kepemimpinan yang sekarang dia namai sebagai Tim Gotong Royong. Hakekat gotong royong ini adalah empat tubuh satu jiwa dengan salah satunya membangun komunikasi yang memanusiakan manusia. Selanjutnya Sutoro Eko menyatakan bahwa dalam hubungan solid kita harus lembah manah dan sopan santun sesuai sila 1 dan sila 2 Pancasila. Dalam hubungan politik kita harus bersatu dan bermusyawarah  sesuai Sila 3 dan sila 4 tetapi dalam hal pengetahuan dan gagasan kita harus kritis dan progresif.

MEMBANGUN KERJASAMA PENINGKATAN MUTU TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI DENGAN AKRB

Bersamaan dengan acara wisuda Akademi Komunikasi Radya Binatama (AKRB) pada hari Sabtu 3 November 2018, telah diadakan penandatanganan MOU antara AKRB dan APMD di Hotel Grand Dafam Rohan. Diwakili oleh Arif Budiman, SE., M.M selaku direktur AKRB dan Habib Muhsin, S.Sos., M.Si selaku ketua STPMD “APMD”. Penandatanganan ini merupakan kelanjutan dari MOU yang telah ada. Kedua pimpinan perguruan tinggi ini telah bersepakat untuk tetap bekerjasama dalam peningkatan mutu Tri Dharma perguruan tinggi secara kongkrit. Bentuk kerjasama yang dapat dilakukan adalah pertukaran dosen, pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kependidikan dan transfer mahasiswa. Namun tidak menutup kemungkinan kerjasama ini akan menyentuh pada bidang-bidang yang lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak.

APMD Goes to River

Masyarakat kampus tidak bisa terlepas dari lingkungan sekitarnya, oleh karenanya dalam rangka Dies Natalis ke 53 ada berbagai agenda kegiatan yang dilakukan bersama dan untuk warga sekitar kampus. Salah satunya kegiatan yang didukukng oleh BLH Provinsi dan BLH Kota adalah APMD Goes to River. Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian secara nyata masyarakat kampus yang diorganisir oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) terhadap lingkungan sosialnya. Bersama-sama dengan warga Sidobali, Balirejo pada hari Jum’at 26 Oktober 2018, kampus melaksanakan kegiatan Goes to River. Selain aksi bersih sungai Gajah Wong, kegiatan lainya adalah tebar benih ikan nila dan lele di seputaran bantaran sungai Gajah Wong.

https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
https://procseo.com/
https://ofwteleseryes.net
https://hotfoxbranding.com/
https://beton88play.com/
https://beton88vip.org/
https://dogplayoutdoors.com/
Open chat
Selamat datang dikampus STPMD "APMD".

Kami dari Penerimaan Mahasiswa Baru siap melayani.

Apakah ada yang bisa kami bantu?