STPMD “APMD” merupakan sebuah perguruan tinggi yang sejak awal konsisten menaruh perhatian pada pembangunan masyarakat desa. Perhatian ini dikedepankan sebagai standing position serta respons akademik dan sosial terhadap ketidakberdayaan (powerless) masyarakat dalam menghadapi negara, pasar dan globalisasi. Kini keberadaan STPMD ”APMD” sangat relevan dengan konteks pengembangan otonomi daerah, local governance reform, pembaharuan desa dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Proses berdirinya STPMD “APMD” tidak dapat dipisahkan dari kehadiran Akademi Pembangunan Masyarakat Desa yang didirikan di kota Yogyakarta pada tanggal 17 Nopember 1965. Akademi ini merupakan embrio STPMD “APMD”. Setelah melalui proses yang cukup panjang, Akademi Pembangunan Masyarakat Desa mendapatkan status Terdaftar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 188/DPT/I/1969 tertanggal 1 Oktober 1969, kemudian memperoleh status Diakui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0509/0/1984 tertanggal 30 Oktober 1984. Dalam rangka penyesuaian dengan kebijaksanaan pemerintah tentang penataan jalur dan jenjang pendidikan tinggi di Indonesia, Akademi Pembangunan Masyarakat Desa diubah menjadi Akademi Administrasi Pembangunan “APMD” berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 043/0/1985 tertanggal 28 Januari 1985 dengan status Diakui.
Melihat perkembangan di dalam lembaga ini, baik dari sudut akademik dan fisik maupun tuntutan perkembangan di luar lembaga, maka sudah sejak lama direncanakan peningkatan jenjang pendidikan yang ada. Dalam Rencana Induk Pengembangan II (RIP II) tahun 1981-1985 sebetulnya sudah direncanakan perubahan bentuk Akademi menjadi Institut. Karena beberapa pertimbangan, perubahan tersebut dilakukan secara bertahap melalui bentuk Sekolah Tinggi. Perubahan ini diatur melalui Surat Keputusan Ketua Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” Nomor: 17/YP-17/1987 tertanggal 9 Januari 1987. Sesuai tuntutan penataan yayasan pendidikan dari pemerintah maka yayasan mendapatkan pengesahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU.4477.AH.01.04.TAHUN 2010 berdasarkan akta pendirian Yayasan Pengembangan Pendidikan Tujuh Belas Yogyakarta nomor 18 Tanggal 29 Juli 2010.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam tahap perkembangannya saat ini, Akademi Administrasi Pembangunan “APMD” telah berubah bentuk menjadi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” (STPMD “APMD”).
STPMD “APMD” senantiasa tumbuh berkembang secara dinamis mengarungi tantangan zaman dengan mengedepankan sejumlah prinsip dan keyakinan baru untuk mengembangkan misi dan orientasi baru yang mempunyai relevansi akademik dan sosial. Prinsip dan keyakinan baru tersebut adalah :
Pertama, pembangunan tidak bisa dimonopoli secara terpusat oleh negara, namun harus diorientasikan pada masyarakat. Pembangunan memang merupakan kekuatan besar yang bisa mendorong transformasi sosial masyarakat. Tetapi pembangunan yang dikemas dengan paradigma dan kebijakan yang digerakkan oleh negara (state-led development) dan pasar (market-driven development), telah terbukti menimbulkan kerugian pada masyarakat. Karena itu pembangunan harus berbasis pada masyarakat (community based development): berawal dari masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan dimanfaatkan untuk masyarakat. STPMD “APMD” meyakini bahwa pemberdayaan merupakan paradigma alternatif dalam pembangunan. Pemberdayaan bukan berarti hanya memperkuat kapasitas masyarakat dan sebaliknya melumpuhkan kapasitas negara, melainkan membangun hubungan yang sinergis antara negara dan masyarakat. Di satu sisi pemberdayaan diarahkan pada penguatan kapasitas (ekstraktif, regulatif, dan distributif) negara untuk mengelola pemerintahan dan pembangunan dalam konteks demokratisasi dan desentralisasi. Di sisi lain kapasitas negara perlu diimbangi dan dilengkapi dengan penguatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan yang mempengaruhi hidupnya.
Kedua, STPMD “APMD” hendak mempelopori pengembangan ilmu-ilmu sosial alternatif-transformatif yang secara khas dan konsisten berkiblat pada masyarakat. STPMD “APMD” tidak membangun “menara gading” dengan dalih pendekatan ilmiah yang obyektif, melainkan membawa ilmu pengetahuan sosial dan politik lebih dekat dan membumi pada masyarakat lokal. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan di STPMD “APMD” juga dibangun dari masyarakat lokal melalui pendekatan induktif.
Ketiga, STPMD “APMD” membuat keterpaduan antara proses pembelajaran, kajian-kajian penelitian alternatif dan program-program aksi pengabdian yang memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan. Proses pembelajaran tidak melulu berkiblat pada teori-teori yang dibawa dari buku-buku teks, tetapi juga disegarkan dan diperkaya dengan hasil-hasil penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat. Kami selalu berupaya memadukan antara ”narasi besar” (teori dan perspektif) dan ”narasi kecil” (pengalaman, cerita dan suara lokal), atau memadukan antara ”sedikit pengetahuan” dari kampus dan ”banyak pengalaman” yang dimiliki masyarakat desa, dalam kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian. Penelitian juga dikembangkan, tidak semata-mata untuk memperkaya pengembangan ilmu pengetahuan dan materi pembelajaran, melainkan mendorong perubahan kebijakan dan pemberdayaan masyarakat.
Keempat, STPMD “APMD” secara berkelanjutan melakukan pembaharuan paradigma “pengajaran” menjadi paradigma “pembelajaran” yang lebih otentik dan bermakna. Pengajaran adalah sebuah prosedur alih pengetahuan secara konvensional yang tidak mempunyai kontribusi secara otentik terhadap kapasitas intelektual dan kepemimpinan mahasiswa. Sedangkan paradigma pembelajaran meyakini bahwa pendidikan merupakan arena untuk pembebasan dan penyadaran kritis, membangun pemahaman yang cerdas dan kritis, menempa kemampuan intelektual dan kepemimpinan mahasiswa, serta mendorong kemandirian mahasiswa.
Kelima, dengan haluan dan strategi baru Tri Dharma Perguruan Tinggi, STPMD “APMD” berusaha berperan menjadi pemain penting dalam upaya pembaharuan desa, menuju kehidupan desa yang sejahtera, demokratis, mandiri dan berkeadilan. Bagi kami pembaharuan desa merupakan prakarsa dan gerakan bersama untuk mendorong perubahan kebijakan dalam bidang pemerintahan dan pembangunan desa, sekaligus mengembangkan potensi dan kemampuan lokal secara berkelanjutan, menuju kondisi desa yang sejahtera, adil, bermartabat, demokratis dan otonom (mandiri). Cita-cita pembaharuan desa itu tentu membutuhkan perubahan kebijakan yang betul-betul berpihak dan mempunyai komitmen politik yang kuat terhadap desa; perubahan cara pandang terhadap desa dari yang dominatif dan meremehkan desa menjadi pandangan yang transformatif; perubahan paradigma pembangunan yang lebih mengukuhkan peran masyarakat ketimbang negara dan modal; perubahan pola pemerintahan dari yang sentralistik (top down) menuju yang desentralistik; pengembangan kemitraan multipihak; penguatan prakarsa dan kemampuan lokal; maupun perubahan metodologi kajian keilmuan yang lebih bergerak ke lokal. Pendekatan dan agenda strategis pembaharuan desa harus dibuat terpadu dan sinergis yang melibatkan dimensi sosial, budaya, ekonomi, dan politik serta aktor negara, pemodal dan masyarakat. Agenda strategis pembaharuan desa itu mencakup: (a) reorientasi pembangunan desa menuju pembangunan desa yang terpadu, berkelanjutan dan berbasis pada masyarakat; (b) desentralisasi dan otonomi desa, yang mencakup desentralisasi pemerintahan (politik), pembangunan dan keuangan kepada desa; (c) pembangunan sosial secara berkelanjutan untuk mengatasi berbagai kerentanan sosial (akibat dari regulasi pemerintah, proyek pembangunan, masuknya modal, arus globalisasi, involusi pertanian, kelangkaan sumberdaya, serangan wabah penyakit, kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan sebagainya), sekaligus membangun ketahanan sosial dan modal sosial berkelanjutan; (d) penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan melalui program dan anggaran yang pro poor dan desentralistik serta membuka kesempatan dan partisipasi kaum miskin; (e) pemberdayaan masyarakat desa, terutama membangkitkan potensi lokal, memperkuat posisi tawar dan partisipasi, meningkatkan kapasitas dan kesadaran kritis masyarakat, serta memperkuat posisi kaum marginal desa (kaum miskin, perempuan, penyandang cacat, dll); (f) pembaharuan budaya masyarakat desa; (g) pembaharuan agraria sebagai alternatif struktural terhadap pembangunan pertanian berkelanjutan; serta (h) memperkuat demokratisasi desa.
Keenam, sebagai perguruan tinggi alternatif yang khas, STPMD “APMD” secara proaktif melakukan respons isu-isu kekinian yang berkembang di Indonesia seperti desentralisasi, otonomi daerah, otonomi desa, demokratisasi, good governance, pemberdayaan masyarakat dan civil society. Semua ini menjadi tantangan yang menarik bagi STPMD “APMD”. STPMD “APMD” merespons isu-isu itu ke dalam proses belajar mengajar, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, publikasi (melalui APMD Press, Jurnal Ilmu Sosial Alternatif/JISA, dan Majalah Jendela) serta pengembangan jaringan dengan NGO, lembaga donor internasional, perguruan tinggi lain dan institusi pemerintah.