Mahasiswa, Desa, dan Negara

Mahasiswa, Desa, dan Negara:
Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta Dr Sutoro Eko menyambut 200an mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Musi Rawas Sumatera Selatan. Mereka dipimpin Dekan Dr M. Fadhillah Harnawansyah, S.IP., M.Si yang tak lain adalah alumni Ilmu Pemerintahan APMD.

Pada awal sambutannya Sutoro Eko menyebut buku The Narrow Corridor: States, Societies, and The Fate of Liberty karya Daron Acemoglu dan James A Robinson (2019). Dua penulis itu sebelumnya menerbitkan bestseller internasional Why Nations Fail.

Mengapa satu bangsa Korea yang utara miskin yang selatan kaya. Mengapa suku bangsa di perbatasan Amerika dan Meksiko, bahasa dan warna kulit sama, tetapi yang utara Makmur Selatan tidak. “Ini bukan soal geografi, ini soal kekuasaan,” jelas Sutoro Eko.

Mengapa sebuah bangsa tak maju? Kata Jokowi karena birokrasi dan regulasi. Kata aktivis karena Oligarki. Sutoro berpesan agar menjadi mahasiswa tidak anti politik. Mahasiswa itu anak didik juga manusia. Di sana ada irisan yaitu intelektual. Mahasiswa harus berorganisasi, aktif di organisasi ekstra itu penting. Dengan organisasi mahasiswa belajar berkuasa untuk melayani mahasiswa yang lebih banyak.

Terkait Undang Undang Desa, Sutoro menyebut ini sebagai upaya membelenggu Leviathan negara agar jangan terlalu dominan. Sebab selama ini kehadiran negara ke Desa hanya menghisap.

Sutoro menilai hari ini desa menikmati liberti dan kemakmuran karena hidup pada “koridor sempit” yang dikendalikan dan ditindas oleh Leviathan (monster) kertas. Intelektualisme dan aktivisme mahasiswa perlu hadir untuk melawan dan membelenggu Leviathan