STPMD “APMD” Yogyakarta kemarin (17/9) membuat sejarah, menggelar sidang senat terbuka dengan acara tunggal penetapan mahasiswa baru tahun 2019/2020. Sidang senat terbuka diadakan di gedung audiotorium Ganesha dihadiri seluruh anggota senat, para dosen dan mahasiswa baru.
Ketua STPMD “APMD” Dr. Sutoro Eko Yunanto dalam sambutannya mengatakan, “Kita menciptakan tradisi baru menggelar sidang senat terbuka untuk menetapkan mahasiswa baru tahun akademik 2019/2020 bersamaan dengan permulaan Sosialisasi Internal Kampus tahun 2019/2020.” Sidang senat terbuka kemarin dilaksanakan dengan khidmad dan bermartabat menyambut kehadiran mahasiswa baru yang berasal dari 28 provinsi seluruh tanah air. “Ini adalah sebuah keberagaman. Sebuah perbedaan yang selalu kita rayakan. Bersatu dalam keberagaman,” ujar Sutoro Eko.
Ketua menjelaskan, APMD menggelar sidang senat terbuka ingin meneguhkan komitmen sebagai lembaga akademik untuk mendidik dengan melayani mahasiswa dan melayani dengan mendidik. Agar mahasiswa menjadi manusia yang utuh. Sesuai dengan amanat Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 dan juga statuta STPMD “APMD”. “Melayani menjadi tradisi yang kita utamakan. Sekolah tinggi berkomitmen untuk mendidik dan melayani mahasiswa dengan prinsip humanism dan kasih sayang,” tambah Sutoro Eko. Acara kemarin untuk memastikan kepatuhan dan penghormatan kepada kaidah kepada kebajikan kepada institusi dan tradisi akademi yang disimbolisasi dengan adanya senat yang mengenakan toga. Toga adalah simbol kebajikan dan tradisi akademik. Kelak tiga atau empat tahun mahasiswa baru juga akan memakai toga karena telah melewati proses dan tradisi akademik selama proses belajar mengajar. Kepada mahasiswa baru Ketua menyampaikan empat pesan penting.
Pertama, sesuai hymne Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 dan mars APMD, Keilmuan yang berkembang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi bersumber secara ideologis pada Pancasila dan UUD 1945. Konstitusi bukan sekadar pasal demi pasal dan bukan sekadar norma tetapi di dalamnya ada ideologi dan sumber pengetahuan yang kita jadikan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan bagi sekolah tinggi. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah nilai sekaligus keberpihakan pada tujuan bagi sekolah tinggi. Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat dan berkeadilan social, itu adalah sumber ilmu pengetahuan yang akan kita kembangkan dan kita jadikan pijakan dalam penyelenggaraan sekolah tinggi karena kita rumpun ilmu sosial, ilmu politik dan humaniora.
Kedua sesuai sumber Pancasila dan UUD 1945, sekolah tinggi meneguhkan mendedikasikan jiwa rara untuk memuliakan desa sekaligus mempersatukan Indonesia. “Desa dan Indonesia adalah dua entitas yang berbeda tapi keduanya ditunjukkan pada keberpihakan sekolah tinggi melalui Tri Dharma . Ada satu benang merah yang mempertemukan desa dan Indonesia yaitu perubahan,” tegas Sutoro Eko yang sering dipanggil Guru Desa itu. Artinya, tambahnya, kita tak hanya bersatu dalam perbedaan tetapi juga bersatu dalam perubahan. Bersatu dalam perubahan itu artinya kita akan merajut gotong royong sesuai yang ditekankan oleh pendiri bangsa Soekarno. Gotong royong adalah satu nilai kita anti individualisme, kita anti kolonialisme. Kita sepakat pada kolektivisme menuju perubahan. Baik perubahan pada desa, pada sekolah tinggi maupun perubahan pada Indonesia.
Lebih jauh dikatakan, dalam memuliakan desa itu ada semangat mempercayai desa dan semangat menghormati desa. Bukan sekadar sebagai wilayah, bukan sekadar satuan administratif tetapi desa adalah basis kehidupan dan penghidupan. Spirit memuliakan desa dan mempersatukan Indonesia menjadi bagian tak bisa dipisahkan dari ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
Ketiga, Ketua menegaskan, sekolah tinggi dengan jiwa raga, dengan kasih sayang, mendidik, melayani, mempersiapkan sarjana yang sujana.Sujana itu artinya cerdas dan kritis. Serta berpihak dan bermanfaat bagi orang banyak. Sarjana yang tak hanya menuntut untuk kepentingan sendiri tetapi kepentingan orang banyak. Cerdas itu tak hanya ip yang bagus, tak hanya menghapal diktat, tak hanya menghapal rumus, tetapi mampu memaksimalkan lima otak dalam kepala kita. Otak pertama otak atas, otak spiritual, patuh kepada Tuhan cinta kepada manusia. Otak depan itu untuk kecerdasan sosial. Itu artinya kita santun dan rendah hati dalam pergaulan sosial. Punya kepedulian terhadap orang banyak. Terutama rakyat jelata yang tak beruntung secara politik dan ekonomi. Otak kiri adalah kecerdasan intelektual. Kecerdasan kita memahami ilmu pengetahuan dan kritis, kaya perpektif dan kritis terhadap situasi sosial dan politik. Otak kanan adalah kecerdasal kultural, kecerdasan budaya. Selain kita toleran terhadap perbedaan kita punya kreasi yang berbeda dari kecerdasan teknokratik yang hanya berhitung tentang rumus maupun hitung-hitungan dalam analisis kwantitatif atau dalam analisis statistik. Terakhir Otak belakang adalah kecerdasan ekonomo politik. Ekonomi dan politik sesuatu yang normal namun jika ekonomi politik yang ditaruh di depan akan melahirkan para bandit, parasit cukung, dan para tengkulang yang merugikan rakyat jelata.
Pesan keempat Ketua, jadilah mahasiswa yang berprestasi, jangan jadi mahasiswa bermasalah. Ada mahasiswa biasa, mahasiswa bermasalah dan mahasiswa berprestasi. Mahasiswa biasa itu rutin. kampung, kost dan kampus. Indeks Prestasinya bagus, selesai 3,5 sampai 4 tahun, tetapi tak punya kesempatan meraih dunia luar. Karena itu raihlah kesempatan menjadi mahasiswa berprestasi. Berprestasi itu artinya tak hanya IP yang bagus. IP bukan ukuran kecerdasan. IP adalah ukuran apakah mahasiswa malas atau tidak. IP bagus belum tentu mahasiswa itu hebat Tetapi mahasiswa yang mempunyai IP jelek pasti orangnya pemalas. Mahasiswa yang bermasalah itu hanya punya dua K. Kampung dan kampus, tak punya kost. Tidurnya di kampus, artinya tak punya kesempatan belajar yang baik. Jika sekian tahun IPnya di bawah 2. Itu mahasiswa bermasalah.Kita ingin mahasiswa baru semua menjadi mahasiswa berprestasi dan sukses menjadi sarjana yg sujana.
Sebelumnya Wakil Ketua I Dra. Chandra Rusmala, M.Si melaporkan mahasiswa baru tahun 2019/2010 datang dari 28 provinsi. Ada enam provinsi dengan mahasiswa terbesar yaitu Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, Papua Barat dan Sumatera Barat. Selain itu sumber biaya studi mahasiswa datang dari biaya mandiri, Beasiswa Bidik Misi, Program Afirrmasi Pendidikan Tinggi, Beasiswa Yayasan Binter Busi dan Beasiswa Tugas belajar Non PNS dari Pemkab Kepulauan Mentawai.