Problematika Koperasi Desa Merah Putih: Tantangan dan Dampak Terhadap Pemerintahan Desa dan Keberlanjutan KUD dan BUMDesa

JAKARTA, 12 JUNI 2025 – Ombudsman Republik Indonesia menggelar Diskusi Publik bertajuk “Problematika Koperasi Desa Merah Putih: Tantangan dan Dampak terhadap Pemerintahan Desa dan Keberlanjutan KUD dan BUMDes”. Acara yang diselenggarakan secara hibrida ini menghadirkan Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, sebagai narasumber utama untuk membahas program strategis pemerintah yang menargetkan pembentukan 80.000 koperasi di seluruh desa Indonesia.

Diskusi ini bertujuan menjadi ruang reflektif dan strategis untuk mengawal program direktif presiden tersebut, yang dipandang memiliki potensi besar sekaligus risiko maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Ketua Ombudsman RI, Muhammad Najih, dalam sambutannya menegaskan komitmen Ombudsman untuk mengawal program ini. “Inisiatif seperti Koperasi Desa Merah Putih adalah bentuk inovasipelayanan publik berbasis komunitas. Namun, keberhasilannya tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Negara harus hadir, dan Ombudsman mengambil peran untuk mengawal agar tujuan-tujuan ini mencapai sasaran,” ujar Najih.

Najih juga menyoroti data laporan masyarakat terkait koperasi yang diterima Ombudsman, di mana isu pengawasan, pembinaan, dan pembentukan menjadi substansi yang paling banyak dilaporkan.

Optimisme Pemerintah dan Tantangan di Lapangan

Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menyampaikan optimismenya bahwa program ini adalah sebuah keberanian dan langkah bersejarah. “Jangan takut, jangan curiga, dan jangan ragu-ragu. Ini adalah sejarah baru di mana satu negara membangun 80.000 koperasi desa. Tujuannya jelas: mewujudkan keadilan ekonomi dengan memotong rantai pasok yang tidak adil dan merugikan masyarakat desa,” tegas Budi Arie.

Senada dengan itu, Menteri Desa PDTT, Yandri Susanto, menyatakan bahwa program ini disambut baik oleh pemerintah desa, terbukti dari hampir 100% desa yang telahmelaksanakan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus). “Kami melakukan dialog langsung ke daerah-daerah. Problematika seperti potensi tumpang tindih dengan BUMDes atau KUD yang sudah ada akan kami atasi melalui regulasi dan petunjuk teknis yang jelas. Lembaga yang sudah ada tidak akan dimatikan, melainkan dapat bersinergi,” jelas Yandri.

Potensi Risiko dan Kekhawatiran Publik

Sebagai pemantik diskusi, Anggota Ombudsman RI, Dadan S. Suharmawijaya, memaparkan sejumlah potensi risiko dan kekhawatiran yang berkembang di masyarakat. Beberapa di antaranya adalah:

Potensi Salah Kelola dan Korupsi: Besarnya dana yang akan digelontorkan memunculkan risiko penyalahgunaan wewenang.

Elite Capture: Kekhawatiran koperasi akan dikuasai oleh elite desa yang berkuasa saat ini.

Kekhawatiran sebagai Mesin Politik: Adanya kecurigaan program ini dapat menjadi instrumen politik untuk kepentingan elektoral.

Nasib Lembaga Eksisting: Bagaimana kolaborasi dan posisi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah berjalan baik.

“Kami mendukung program ini, asal jangan ada dusta di antara kita. Transparansi dan pengawasan menjadi kunci,” pungkas Dadan dengan sebuah pantun.

Sementara itu, Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD”, Dr. Sutoro Eko Yunanto, mengingatkan agar program ini tidak mengulangi kegagalan program serupa di masa lalu. “Jangan sampai gagal maning. Kebijakan ini harus dijalankan dengan kebajikan, bukan hanya pendekatan teknokratis berupa proyek, uang, dan aturan. Penting untuk memastikan adanya partisipasi (emansipasi) dari bawah, bukan sekadar instruksi (imposisi) dari atas,” katanya.

Tindak Lanjut dan Rekomendasi Ombudsman

Menanggapi dinamika diskusi, Ombudsman RI menyatakan akan menindaklanjuti hasil pertemuan ini dengan menyusun rekomendasi kebijakan kepada kementerian terkait. Moderator diskusi, Belinda Dewanti, menyimpulkan bahwa ada tiga poin krusial yang perlu menjadi fokus ke depan:

Penyempurnaan Petunjuk Teknis (Juknis): Perlunya juknis yang jelas untuk menghindari tumpang tindih dan memastikan sinergi dengan lembaga ekonomi desa yang sudah ada.

Partisipasi Bermakna: Menjamin keterlibatan seluruh lapisan masyarakat desa dalam proses pembentukan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

Mekanisme Pengawasan dan Pengaduan: Membangun sarana pengaduan yang efektif dan mudah diakses oleh publik untuk melaporkan potensi maladministrasi.

Ombudsman RI berkomitmen untuk terus mengawasi implementasi Koperasi Desa Merah Putih agar dapat benar-benar menjadi pilar keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara inklusif dan berkelanjutan.