LPM Teropong Gelar Diskusi Buku “Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran” di STPMD APMD

HUMAS APMD, YOGYAKARTA – (Rabu, 14/02/2025) LPM Teropong menggelar diskusi dan bedah buku berjudul “Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran” di Hall STPMD APMD. Acara ini menjadi signifikan karena buku tersebut merupakan salah satu dokumentasi penting tentang perjuangan perempuan dalam melawan rezim otoriter pada masa silam.

Dalam perannya sebagai fasilitator, LPM Teropong menghadirkan tiga narasumber yang juga berkontribusi dalam karya tersebut, yaitu Erna Wati (aktivis/ entrepreneur), Siti Sumaryatiningsih (Akademik STPMD”APMD”), dan Iroy Mahyuni (Social Movement Institute). Ketiga pembicara berbagi pengalaman mereka sebagai aktivis serta memberikan pandangan mendalam tentang isi buku tersebut. Acara ini di moderatori oleh Ancik Masir yang merupakan mahasiswa aktif STPMD “APMD” yang tergabung dalam LPM Teropong APMD.

Dalam diskusi, para narasumber menekankan beberapa poin krusial yang dibahas dalam buku, diantaranya perspektif tentang perlawanan perempuan, upaya membongkar ‘dapur revolusi’ dari sayap kiri, serta dinamika politik perempuan. Mereka juga berbagi banyak pesan dan kesan mendalam terkait perjuangan yang didokumentasikan dalam buku tersebut. Seperti “Jangan pernah berhenti mencintai Tuhan” pesan yang disampaikan oleh Erna Wati seorang aktivis.

Buku ini dianggap sebagai karya penting yang mengungkap narasi sejarah perjuangan perempuan yang selama ini kurang terdokumentasi dengan baik, memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk memahami peran perempuan dalam gerakan perlawanan terhadap tirani. Buku “Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran” merupakan karya dokumentatif yang menghadirkan narasi perjuangan perempuan Indonesia melawan rezim otoriter. Karya ini menggali pengalaman personal sekaligus kolektif para perempuan aktivis yang berjuang pada masa ketika kebebasan berpendapat dan berorganisasi sangat dibatasi. Karya ini menggarisbawahi peran vital perempuan yang sering terlupakan dalam historiografi perlawanan politik di Indonesia. Melalui kumpulan kesaksian dan analisis, buku ini mengungkap bagaimana perempuan tidak hanya menjadi pendukung perjuangan, tetapi juga motor penggerak di balik berbagai gerakan penentangan terhadap tirani.

Salah satu keunikan buku ini yang dibahas dalam acara diskusi ini adalah pendekatan “membongkar dapur revolusi dari sayap kiri” yang menampilkan strategi dan taktik perempuan dalam mengorganisir gerakan perlawanan. Buku ini memperlihatkan bahwa perempuan memiliki metode perjuangan yang khas dan efektif, meskipun sering beroperasi dari ruang-ruang yang tidak disorot. Karya ini juga menganalisis kompleksitas politik perempuan yang harus menghadapi dua front perlawanan sekaligus: melawan rezim otoriter dan melawan struktur patriarki dalam masyarakat, bahkan terkadang dalam gerakan perlawanan itu sendiri. Ketiga narasumber membagikan pengalaman mereka menghadapi intimidasi, diskriminasi, dan persekusi.

Buku ini tidak hanya merekam peristiwa masa lalu, tetapi juga menawarkan refleksi tentang perjuangan berkelanjutan untuk kesetaraan gender dan keadilan sosial. Pengalaman para aktivis perempuan ini menjadi pembelajaran berharga tentang ketangguhan, solidaritas, dan strategi kreatif dalam menghadapi penindasan. Sebagai dokumentasi sejarah, karya ini mengisi kekosongan dalam catatan resmi perjuangan kemerdekaan dan demokratisasi Indonesia yang sering mengabaikan kontribusi perempuan. Melalui narasi yang personal dan otentik, buku ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk memahami dinamika perjuangan masa lalu dan melanjutkan perjuangan untuk Indonesia yang lebih adil dan setara.(skr)