DESA KUAT

Presiden Susilo Bambang Yudoyono, pada tahun 2013, memberi pesan bermakna pada RUU Desa, yang tengah hangat dibahas di Senayan. “Desa harus kuat. Kalau negara kuat, desa belum tentu kuat. Kalau desa kuat, negara pasti kuat”.

Desa kuat menjadi penanda pertama misi besar Undang – Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, baru disusul dengan desa maju, mandiri, dan demokratis, sebagai landasan bagi keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Makna desa kuat adalah bertenaga secara sosial, berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya.

Gagasan desa kuat relevan dengan konteks sosiologis-historis serta cara pandang esensialisme tentang desa dan relasi kuasa antara negara dengan desa. Saya kerap mengatakan bahwa desa itu “cerak watu, adoh ratu”, atau dekat dengan batu, jauh dari ratu. Batu adalah simbol kekuatan masyarakat, ratu adalah simbol kekuasaan negara. Kekuasaan negara selalu rapuh dan semu ketika tidak dilandasi kekuatan masyarakat setempat (adat, desa, kampung). Dedy Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, pernah bilang: “Sejarah membuktikan bahwa Bung Karno dan Pak Harto tidak pernah bisa kuat dan berhasil memaksa masyarakat lokal.” Sebaliknya, kekuatan tanpa akses kekuasaan, hanya akan berputar-putar di tempat, tidak pernah menjadi besar dan jaya.

Gagasan desa kuat berarti kekuatan lokal dihadirkan, memiliki akses pada kekusaan negara, sekaligus kekuasan negara memberi pengakuan pada desa dan redistribusi sumberdaya ekonomi-politik kepada desa. Desa kuat berarti negara memperkuat desa, sebagai negasi atas negara etatis melenyapkan desa, negara kapitalis menghisap dan mengisolasi desa, maupun negara kolonial-modernis yang memperalat dan melemahkan desa.

Namun, selama satu dekade, gagasan desa kuat diabaikan para pihak, termasuk pihak yang mengatur dan mengurus desa. Kekuatan desa dan kekuasaan negara tidak bersenyawa menjadi sebuah organisme; negara tidak mengakui dan memperkuat desa melainkan negara berdiri secara rapuh sebagai sosok kolonialis-modernis, yang selalu memperalat desa. Negara memperoleh beban, desa menjadi korban.