Bupati Landak Beri Kuliah Umum Pengelolaan Desa Berbasis Adat Dayak di Yogyakarta

YOGYAKARTA – Bupati Landak dr Karolin Margret Natasa memberi materi kuliah umum yang mengangkat tema Pengelolaan Desa Berbasis Adat di kampus Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta, Kamis (21/2/2019).

Dalam pemaparannya, Bupati perempuan pertama di Kabupaten Landak ini mengaku sulitnya mendorong pengelolaan desa berbasis adat. Salah satu yang menjadi masalah diantaranya adalah disatu sisi ada perangkat desa formal dan disisi lainnya ada tokoh adat yang masih sangat dihormati.

Masyarakat Dayak yang merupakan mayoritas warga di Kabupaten Landak, sebut Karolin, pada era Orde Baru dipisahkan dari adat.

“Mereka tercerabut dari akarnya. Memang tak semua negatif, ada yang positif, misalnya tak ada lagi budaya mengayau atau memotong kepala orang saat terjadi perang antar etnis,” ungkap Karolin dalam pemaparannya, Kamis (21/2/2019).

Satu persatu kesulitan dalam mengelola desa itu pun saat ini mulai terurai, salah satunya dengan terus melestarikan kearifan lokal Bahaum, semacam musyawarah adat atau bicara di para-para dari Papua.

Melalui Bahaum inilah, para tetua adat Dayak bermusyawarah, sementara para perangkat desa dan warga desa lainnya melaksanakan Musrenbangdes.

“Sejauh ini berjalan dengan baik, bahkan tetua adat ini juga ikut mengawasi kepala desa dalam pengelolaan dana desa,” ungkapnya.

Selain itu, Karolin juga melakukan pemetaan terkait dengan konsep pengelolaan berbasis adat, dan mendapati kondisi bahwa pengaruh adat di Kabupaten Landak masih sangat kuat. Bahkan tingkat kepercayaan publik jika dibandingkan dengan kepolisian dengan lembaga adat, publik lebih percaya pada lembaga adat.

“Nah ini adalah hasil pemetaan yang kemudian kami rumuskan dalam berbagai kebijakan, bahwa untuk menjamin terlaksananya program-program pembangunan melibatkan masyarakat adat itu menjadi sangat krusial,” ungkap Karolin.

Selain melibatkan masyarakat adat, Pemerintah Kabupaten Landak juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga adat serta melibatkan mereka secara aktif dan positif dalam proses pembangunan.

Sejauh ini, Pemkab Landak terus mendorong mengentaskan persoalan-persoalan sosial yang ada. Pasalnya, dari 156 desa yang ada di Kabupaten Landak, lebih dari 80 desa yang ada masih desa tertinggal.

“Nah ketertinggalannya ini di bidang apa, kami juga melakukan pemetaan,” jelasnya.

Karolin menambahkan, persoalan yang paling utama adalah masalah infrastruktur, kemudian tingkat pendidikan dan masalah kesehatan yang didalammnya termasuk sanitasi dan jamban. Hal tersebut lantaran kebiasaan masyarakat untuk buang air besar di sungai juga masih sangat tinggi.

Sehingga Pemerintah Kabupaten Landak juga melibatkan masyarakat adat agar mereka secara perlahan untuk memiliki jamban masing-masing di rumah. Pemkab Landak juga mendorong agar setiap desa memiliki kesadaran terhadap kekerasan perempuan dan anak.

“Oleh karena itu kita arahkan dan antisipasi agar masyarakat adat juga merumuskan peraturan desa yang berkaitan dengan upaya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Karolin

“Dan kami buat kesepakatan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak ini tidak cukup hanya diselesikan di level hukum adat, tetapi harus masuk ke level hukum positif untuk memberikan efek jera,” tambahnya.

Sementara itu Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta Sutoro Eko Yunanto mengatakan, pada era orde baru kemajuan sebuah desa dapat diukur dari adatnya.

Apabila masih menjaga adat, berarti masih desa terbelakang. Sementara yang sudah meninggalkan adat dianggap desa yang telah maju.

“Ukuran kemajuan desa pada masa orde baru itu tadi sudah tak dipakai lagi sekarang,” ujar Sutoro Eko.

Sutoro Eko kemudian mengutip pernyataan Kaisar Meiji dalam sebuah film The Last Samurai yang berbunyi ‘Kita bisa seperti Barat tanpa meninggalkan tradisi. Kita bisa menjadi modern tapi tetap menjaga tradisi’.

“Desa bisa maju tanpa meninggalkan adat dab adat tetap terjaga beriringan dengan kemajuan desa,” ujarnya.

Sutoro Eko menambahkan, membawa perubahan dalam pengelolaan tersebut bukan berarti meninggalkan adat, tapi bagaimana adat itu berjalan seiringan dengan pengelolaan pemerintahan.

Sehingga kuliah umum yang disampaikan Bupati Landak ini diharapkan bisa memberikan inspirasi kepada mahasiswa sebagai calon pemimpin ke depannya.

“Jadi nanti setelah selesai dari sini, mereka bisa belajar dari ibu Karolin bagaimana mempersatukan adat dengan pemerintahan desa itu supaya berjalan seiringan menggerakan pembangunan dan pemerintahan di desa,” ungkapnya.