BEDAH BUKU “MENJERAT GUSDUR”

Buku “Menjerat Gus Dur” karya Virdika Rizky Utama yang sempat fenomenal pada akhir 2019 dan awal 2020, dibedah dan diskusikan di Kampus Desa STPMD “APMD” Yogyakarta, Senin, 30 November 2020. Tampil sebagai pembicara penulis buku Virdika Rizky Utama dan Tri Agus Susanto, dosen Prodi Ilmu Komunikas, serta moderator Dr. Irsasri.

Diskusi bedah buku “Menjerat Gus Dur” karya alumni Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi dan Humas STPMD “APMD” Yogyakarta di Ruang Sidang yang dihadiri para aktivis mahasiswa dan dosen. Selain itu, diskusi juga bisa diiukuti melalui zoom.

Virdika membuka pembicaraan dengan menyampaikan informasi terakhir bahwa dirinya belum lama ini diundang oleh seorang pengusaha yang namanya disebut dalam buku Menjerat Gus Dur. Pengusaha itu tak mengancam ataupun memuji buku yang menghebohkan itu. Ia hanya menyadari “kebodohan” komplotannya mengapa dokumen yang begitu penting bisa jatuh ke tangan seorang jurnalis cum aktivis? Di akhir pertemuan Virdi dikasih segepok uang dolar Amerika Serikat selembarnya nominal 100 dolar. Virdi menolak dengan halus. “Terima kasih pak, tapi maaf saya tak bisa menerima. Jika bapak mau memberi uang kepada saya belilah buku saya,” ujar Virdi.

Virdi kemudian bercerita tentang asal mula dokumen yang ia dapatkan secara tak sengaja. Saat mantan aktivis pers mahasiswa Didaktika itu masih menjadi jurnalis di Gatra (2017), ia mendapat tugas mewawancarai seorang tokoh di Partai Golkar di kantor DPP Slipi, Jakarta Barat. Tak sengaja ia mendapat “harta karun” dari sampah yang hendak dibuang atau dijual secara kiloan oleh seorang office boy.

Ternyata yang Virdi temukan adalah dokumen konspirasi penjatuhan Gus Dur yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lintas partai dan organisasi massa pemuda dan mahasiswa hingga keterlibatan media massa.  Virdi kemudian mendiskusikan temuannya dengan para senior di Didaktika. Selain itu, Virdi juga berdiskusi dengan komunitas lain termasuk dengan Savic Ali, penerbit buku yang juga mantan aktivis mahasiswa 1998.

Sepanjang tahun 2018 Virdi melakukan riset di sela-sela tugasnya sebagai jurnalis. Setelah dari Gatra, Virdi pernah bekerja di Narasi yang dipimpin oleh Nadjwa Shihab. Ia kemudian menelusuri dan mewawancarai nama-nama yang disebut pada dokumen itu. Dari Amien Rais, Akbar Tanjung, Priyo Budi Santoso, Mahfud MD, Rahman Tolleng, Marsilam Simanjuntak sampai Fuad Bawasir. Pendek kata ada puluhan orang ia wawancarai. Tentu saja ada yang menerima dengan baik, ada yang menolak, bahkan Amien Rais sempat mengancam atau menahannya saat diwawancarai Virdi di rumahnya.

Terkait judul buku yang menggunakan kata menjerat, Virdi terinspirasi ketika suatu saat melihat ayam yang dijerat untuk ditangkap. Jeratan terhadap ayam itu tak cuma satu tali tapi beberapa tali. Ini mengingatkan pada persekongkolan para elit politik dan para oligark sisa-sisa Orde Baru yang tak nyaman dan tak ingin Gus Dur sukses menjalankan amanat reformasi.

Bagi sebagaian besar warga NU, ujar Virdi yang sudah berkeliling ke berbagai kota dan pesantren, buku ini semacam air pelepas dahaga, yang selama dua puluh tahun tak dirasakan terkait kebenaran sejarah pelengseran Gus Dur daru kursi Presiden RI. Warga NU sangat percaya, inilah yang pernah disampaikan Gus Dur pada acara Kick Andy kepada Andy Noya, “Nanti sejarah akan membuka kebenaran itu..”

Sebelum meulis Menjerat Gus Dur, Virdi menerbitkan buku tentang Forum demokrasi yang dipimpin Gus Dur berjudul Demokrasi dan Toleransi dalamn represi Orde Baru (2018). Selain pernah di majalah mingguan berita Gatra dan Narasi, Virdi juga pernah menjadi jurnalis majalah Sawit Indonesia dan juga sebagai Fellow Researcher di PARA Syndicate. Kini Virdi sedang menyiapkan kuliah S2 di National University of Singapoe (NUS), yang disebutnya sebagai NU Cabang Sungapura.

Tri Agus Susanto, pembicara kedua, adalah sama-sama aktivis pers mahasiswa di UNJ (dulu IKIP Jakarta) hanya berbeda lima dengan Virdi. Lima tahun? Bukan, lima kali Piala Dunia. Dosen komunikasi politik itu lebih banyak menyampaikan bagaimana proses kreatif Virdi hingga tercipta buku Menjerat Gus Dur. Ia menggarisbawahi bahwa buku ini bisa tercipta karena selain Virdi mempunyai dua modal yaitu metodologi sejarah dan bekal jurnalis, juga keberanian dan kepedulian dari seorang aktivis. Jika hanya bermodal metodologi dan keahlian penulisan tanpa keberanian dan dan kepedulian, mungkin Virdi sudah takut dahulu dengan banyaknya ancaman, dan buku tak jadi terbit.

Panitia menyediakan sepuluh buku Menjerat Gus Dur untuk peserta yang pertanyaannya menarik, baik yang di dalam ruang sidang maupun yang melalui zoom. Sebelumnya Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Habib Muhsin mengatakan diskusi bedah buku ini sebenarnya sudah direncanakan awal tahun ini namun karena ada pandemi Covid 19 sehingga baru bisa dilaksanakan hari ini. Saat ini pun kampus APMD masih kuliah dari sehingga diskusi dilakukan terbatas namun bisa diikuti secara daring melalui zoom.